Hidayatullah.com—Arakan Rohingya National Organization hari Sabtu kemarin (23/3/2013) mengeluarkan pernyataan berisi kecaman terhadap aksi kekerasan yang terus berlangsung terhadap warga Muslim di Burma (Myanmar).
Dalam pernyataannya, ARNO mengatakan polisi dan pasukan keamanan Burma tidak melakukan apa-apa untuk menanggulangi kekerasan terhadap Muslim yang terjadi di sebuah kota di Burma tengah, di mana pekan lalu terjadi bentrokan antara Buddhis dan Muslim sehingga sedikitnya 20 orang tewas.
Hari Sabtu, tentara Burma mengambil alih kontrol di Meikhtila, kota yang terletak sekitar 130 kilometer dari ibukota provinsi Naypyidaw, lapor Voice of America (24/3/2013).
Bentrokan bermula dari perselisihan antara seorang pembeli warga Buddhis dengan pemilik toko Muslim, yang merembet hingga ke jalanan pada hari Rabu lalu. Keesokannya pada hari Jumat, daerah itu sudah hangus dilalap api, sejumlah masjid hancur menjadi abu dan warga Buddhis dan Muslim terlibat perkelahian di jalanan.
Presiden Thein Sein hari Jumat mengumumkan keadaan darurat di Meikhtila dan mengizinkan militer untuk turun di daerah itu. Sementara para pekerja kemanusiaan membagi-bagikan makanan kepada warga Muslim dan Buddhis, serta menyediakan tempat penampungan bagi mereka yang kehilangan tempat tinggal.
The Irrawaddy hari Jumat (22/3/2013) melaporkan bahwa beberapa orang penduduk setempat mengatakan kepadanya bahwa militan Buddhis dan para biksu mengamuk pelosok kota yang termasuk dalam wilayah Mandalay itu pada hari Jumat pagi. Militan Buddhis dan para biksu itu merusak masjid-masjid yang diyakini milik komunitas Muslim.
Laporan The Irrawady itu juga menyebutkan, ribuan warga Muslim yang tinggal di Meikhtila sudah mengungsi untuk menyelamatkan diri sejak hari Rabu lalu karena takut dibunuh oleh warga Buddhis. Penduduk Muslim di daerah itu mencakup sepertiga dari total populasi setempat.
Keganasan warga Buddhis tidak hanya menarget warga Muslim. The Irrawady mengaku fotografernya juga mendapatkan ancaman dari warga Buddhis yang memaksa agar menghapus foto-foto yang menggambarkan kerusakan akibat kekerasan yang dilakuka oleh para penganut Buddhis tersebut. Sejumlah reporter di Meikhtila bahkan memilih untuk keluar dari kota itu karena takut menjadi korban kekerasan warga Buddhis dan aparat setempat tidak menjamin keselamatan mereka.*