Hidayatullah.com—Seorang pemuda pengusung ide rasis supremasi kulit putih dan berharap bisa “membasmi Muslim” divonis 40 tahun penjara atas tindakannya memburu dan membunuh seorang warga Muslim dan membom 3 masjid di daerah Midlands, Inggris.
Pavlo Lapshyn, 25, datang ke Inggris dari Ukraina setelah memenangkan hadiah untuk melanjutkan studinya. Tetapi bukannya melanjutkan kuliah, dia malah berupaya memicu perang antarras.
Hanya beberapa hari setelah menjejakkan kakinya di Birmingham, mahasiswa program PhD itu mengakses situs ekstrimis sayap kanan Rusia yang digunakan oleh para narapidana kasus rasisme, termasuk pembunuhan.
Sehari setelah itu, dia berpose di kamar tidur memotret dirinya bersama sebuah pisau berburu Buffalo River. Tiga hari kemudian dia turun ke jalanan, dengan “tujuan mencari seorang Muslim untuk dibunuh,” kata hakim Sweeney ketika memvonis Lapshyn.
Korban pemuda rasis itu adalah Mohammed Saleem, 82, pria bertongkat yang sedang berjalan pulang dari sebuah masjid di Small Heath, Birmingham, pukul 10 malam lewat sedikit.
Lapshyn mendekati kakek 23 orang cucu itu dari belakang, lalu menghujamkan pisaunya. Begitu dalamnya tikaman itu sampai menembus bagian depan tubuh Saleem. Laki-laki tua itu langsung tumbang dengan satu luka tusukan sedalam 18cm.
Hari Senin (21/10/2013) di pengadilan Old Bailey, Lapshyn mengaku bersalah melakukan tindakan teror berupa pembunuhan dan pemboman masjid di daerah West Midlands dari bulan April hingga Juli, lansir The Guardian (25/10/2013).
Setelah ditangkap, dia mengaku bahwa dirinya adalah seorang rasis yang brutal dan menjadi bagian dari tiga serangan bom.
Foto-foto dan video yang diamankan saat Lapshyn ditahan menunjukkan bahwa pemuda itu bereksperimen membuat bom di daerah pedesaan Ukraina sebelum pergi ke Inggris. Dia juga mencari informasi di mana dia bisa mendapatkan bahan untuk merakit bom di Birmingham.
Bulan Juni, Lapshyn meletakkan bom di luar masjid Walsall dan Wolverhampton. Kemudian menambahkan bom terakhirnya di masjid Tipton dengan paku guna mencederai jamaah shalat Jumat.
Tiga ratus orang bakal menjadi korban dari bom paku. Namun, karena ketika itu masjid untuk sementara mengundurkan waktu shalat satu jam, maka bom tidak menimbulkan korban. Paku-paku bertebaran serta menancap di berbagai tempat, termasuk di pepohonan dan merontokkan ranting dan dedaunan.
Hakim dan polisi anti-terorisme yakin Lapshyn hanya bertindak sendiri tanpa ada bantuan dan dorongan dari orang lain.
Vonis 40 tahun penjara yang diberikan hakim untuk Lapshyn merupakan hukuman minimum. Untuk peledakan di tiga masjid hakim mengganjarnya kurungan 12 tahun, yang akan dijalani bersamaan dengan hukuman pertama sehingga tidak menambah masa kurungan.
Ketika bom paku itu meledak di masjid Tipton, polisi terkesan tidak terlalu serius menanggapi.
“Mereka [polisi] kelihatan tidak terlalu khawatir … mereka butuh waktu 40 menit untuk mengevakuasi tempat itu,” kata Sadarat Khan, seorang penjaga toko dikutip BBC (12/7/2013).
Menurut keterangan Raja Khan, warga setempat yang tinggal sekitar 50 meter dari lokasi kejadian, bom di temukan di bagian belakang masjid. Ketika itu jamaah shalat jumat yang biasanya mencapai 300-400 orang belum datang, hanya ada 22-25 orang di masjid. Anak-anak berhamburan keluar sambil teriak “bom…bom..”*