Hidayatullah.com–Seiring memanasnya situasi Yaman, militer Amerika telah menggerakkan dua kapal perang Angkatan Laut nya guna mengevakuasi diplomat dari kedutaan besar jika Yaman sampai rusuh.
Dikutip CNN, Kapal USS Iwo Jima dan USS Fort McHenry kini sudah bertengger di Laut Merah, “karena mereka akan berada dalam posisi terbaik jika diminta,” demikian ujar pihak Departemen Luar Negeri AS.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS bilang pihaknya terus memonitor perkembangan Yaman dan akan menyesuaikan respon sesuai kondisi lapangan.
“Kami sangat prihatin tentang pergantian peristiwa di Yaman dalam beberapa hari terakhir,” katanya.
Kedutaan besar AS di Yaman saat ini mulai “mengurangi staf dan meningkatakan keamanan,” tambahnya.
Sementara itu, ketegangan memuncak di Yaman selepas gerakan pemberontak Syiah Al Hautsi (Syiah Al Houtsi) menangkap Ahmad Awad bin Mubarak — kepala staf Presiden Abdrabuh Mansur Hadi — di sebuah pos pemeriksaan di distrik Hada beberapa hari silam.
Bahkan pada Selasa (19/01/2015), Syiah berhasil mengontrol penuh istana presiden di ibukota, Sana’a. [Baca: Presiden, PM dan Kabinet Yaman Mundur dari Jabatannya]
“Tidak Untuk Syiah Hautsi”
Ribuan warga Yaman berunjuk rasa di jalan-jalan di Sanaa hari Sabtu (24/01/2015), dalam aksi memprotes tindakan pemberontak Syiah Hautsi (Syiah al Houthi), sejak milisi bersenjata itu menduduki ibukota bulan September.
Pemrotes berkumpul di Change Square dekat University of Sanaa, sebelum mereka bergerak menuju ke Istana Republik, di pusat kota Sana’a.
Para pemrotes yang berdemo berteriak “Turun, turunkan peraturan Houthi!” menyusul seruan oleh Gerakan Penolakan (Rejection Movement), sebuah kelompok yang belum lama dibentuk di daerah-daerah provinsi untuk mencegah milisi yang kuat itu, kutip BBC.
Demonstrasi menentang kelompok Syiah Hautsi dilaporkan juga berlangsung di sejumlah kota, tanpa intervensi milisi Hautsiyun.
Pemberontak Hautsi menuntut peningkatan otonomi di Provinsi Saada dan telah melancarkan pemberontakan secara berkala sejak 2004 lalu. Namun, aksi mereka yang paling signifikan terjadi sejak Juli 2014 lalu menerobos ke wilayah barat dan tengah negeri.
Puncaknya berlangsung bulan ini ketika mereka mampu menguasai Ibu Kota Sanaa, menyandera staf kepresidenan, dan menembaki kediaman Presiden Hadi.
Pemberontak Syiah menyampaikan serangkaian tuntutan, yang mencakup perluasan perwakilan Syiah dan sejumlah institusi negara.