Hidayatullah.com—Andreas Lubitz ingin “mengubah sistem” dan mengatakan “suatu hari nanti semua orang akan mengenal namanya”, kata seorang bekas pacar co-pilot Germanwings, yang beberapa hari lalu menabrakkan pesawatnya, kepada tabloid Jerman, Bild, seperti dilansir Euronews Sabtu (28/3/2015).
Penyelidikan sedang dilakukan atas co-pilot yang diyakini sengaja menabrakkan pesawat Airbus A320 milik maskapai penerbangan Germanwings ke pengunungan Alpen.
Lubitz diketahui mendapatkan perawatan untuk mengatasi depresi yang dialaminya.
Sebuah nota dari dokter yang disobek-sobek ditemukan dari salah satu tempat tinggal Lubitz, menunjukkan bahwa co-pilot muda itu bisa dibebastugaskan dari pekerjaan dengan alasan medis pada hari peristiwa itu terjadi.
Peraturan hukum di Jerman mewajibkan para pekerja untuk segera melaporkan kepada atasan atau majikannya jika mereka tidak dapat menjalankan tugasnya.
Selasa 24 Maret 150 orang penumpang dan awak pesawat Airbus A320 Germanwings tewas di daerah pegunungan Alpen di selatan Prancis. Pihak berwenang Prancis mengungkap bukti yang mengejutkan dari rekaman penerbangan pesawat bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh kesengajaan. Mereka mengatakan bahwa co-pilot sengaja menabrakkan pesawat ke arah pegunungan, setelah sebelumnya mengunci pintu cockpit dari dalam saat kapten pilot berada di luar ruang kendali, lapor France 3.
Tabloid Bild dalam laporannya mengungkapkan ringkasan catatan kesehatan, yang menunjukkan bahwa Lubitz sudah memiliki masalah kejiwaan sejak lama. Berikut ringkasannya yang dikutip BBC.
2009: Catatan media maskapai penerbangan Lufthansa menyebutkan Lubitz berhenti sementara dari pelatihan pilot ketika masih berusia 20an awal, setelah menderita depresi dan gangguan kecemasan. Setelah mendapatkan perwatan selama 18 bulan dia melanjutkan kembali pelatihannya.
2013: Lufthansa menyatakannya layak menjadi pilot dengan kualifikasi baik.
2013-2015: Catatan medis menyebutkan Lubitz harus mendapatkan “pemeriksaan medis khusus secara rutin”. Namun, tidak dijelaskan pemeriksaan yang dimaksud.
Februari 2015 Menjalani diagnosa di Klinik Universitas Duesseldorf untuk penyakit yang tidak jelas. Klinik menyatakan penyakitnya bukan depresi.
10 Maret 2015 Kembali mendatangi klinik tersebut.
24 Maret 2015 Lubitz diyakini menabrakkan pesawatnya dengan sengaja, sehingga menewaskan dirinya sendiri dan 149 orang lainnya.
26 Maret 2015: Jaksa penuntut mengumumkan bahwa dua catatan medis telah ditemukan di tempat tinggalnya di Jerman.
Germanwings bersedia memberikan santunan sebesar 50.000 euro (sekitar 712 juta rupiah) kepada masing-masing keluarga korban.
Ulah pilot stres?
Beberapa kejadian kecelakaan pesawat sebelumnya juga diduga dilakuan secara sengaja oleh pilotnya.
Pada 29 Nopember 2013 sebuah penerbangan Mozambique-Angola jatuh di Namibia. Ketika itu 33 orang tewas. Hasil penyelidikan awal menyatakan kasus itu terjadi akibat kesengajaan oleh kapten pilot tidak lama setelah co-pilot meninggalkan ruang kendali.
Tanggal 31 Oktober 1999, sebuah pesawat Boeing 767 milik EgyptAir terbang menukik secara cepat setelah 30 menit lepas landas dari New York. Akibatnya 217 orang tewas. Kecelakaan diduga disengaja oleh co-pilot, tetapi bukti-bukti yang ada masih belum mencukupi untuk membuat kesimpulan akhir.
Pada 19 Desember 1997 pesawat Boeing 737 milik Silk Air jatuh saat terbang dari Jakarta menuju Singapura. Kapten pilot diduga mematikan alat perekam penerbangan secara sengaja sebelum menjatuhkan pesawatnya. Pilot itu kabarnya mengalami banyak kesulitan terkait masalah pekerjaannya. Akibat ulah pilot itu, 7 awak pesawat dan 97 penumpang menemui ajalnya.
Kejadian serupa diduga dialami oleh penerbangan MH370 Malaysian Airlines yang menghilang dari udara ketika mengangkut penumpang dari Kuala Lumpur dengan tujuan akhir Beijing pada 8 Maret 2014. Sebanyak 227 penumpang dan 12 awak pesawat Boeing 777 itu tidak diketahui nasibnya hingga kini. Pihak berwenang Malaysia menjadikan kapten pilot sebagai tersangka utama. Dari rekaman kontak terakhir dengan petugas menara kendali penerbangan, diduga pilot sengaja mematikan alat perekam data penerbangannya sebelum pesawat menghilang dari radar.
Kapten Zaharie Ahmad Shah, menurut pihak kepolisian Malaysia, ketika kejadian itu sedang mengalami masalah dalam perkawinannya yang sedang goyah. Berbagai laporan menyebutkan bahwa sehari sebelum kejadian keluarga pilot Zaharie pergi meninggalkan rumahnya. Namun, hal itu dibantah oleh pihak keluarga yang mengatakan bahwa mereka hidup bahagia dan tuduhan itu adalah fitnah. Dari perangkat simulator cockpit berharga sangat mahal yang ditemukan dirumah Zaharie –yang sebelumnya diduga dipakai latihan sebelum menjatuhkan pesawat, petugas mengatakan tidak menemukan hal-hal yang mencurigakan. Polisi mengatakan alat itu setahun belakangan tidak dipakai oleh Zaharie karena tidak lagi berfungsi dengan baik, dan istrinya meminta agar alat itu segera disingkirkan oleh suaminya agar rumah mereka terasa lebih lapang.*