Hidayatullah.com—Seorang jenderal dari Kepolisian Afghanistan yang merupakan salah satu orang paling berpengaruh di negara itu melarang penggunaan mata uang rupee Pakistan di Provinsi Kandahar.
Kepala Kepolisian Kandahar Jenderal Abdul Raziq mengatakan dia menyatakan penggunaan mata uang rupee Pakistan dalam transaksi bisnis di wilayahnya sebagai tindak kriminal. Namun, dia belum memutuskan apa hukuman yang akan diberikan kepada pelanggarnya.
Rupee banyak dipakai di wilayah Afghanistan bagian timur dan selatan yang berbatasan dengan Pakistan. Sementara mata uang Iran dipakai di provinsi-provinsi yang berbatasan dengan negara Syiah itu.
“Saya tidak menentang bisnis, tetapi saya tidak ingin ada mata uang lain digunakan di negara kami, khususnya mata uang Pakistan dan Iran,” kata Raziq kepada Associated Press Ahad (8/8/2016).
Larangan itu berlaku sejak pekan lalu. Para pelaku usaha mengatakan kebijakan itu langsung memberikan pengaruh berupa penguatan nilai mata uang Afghanistan beberapa hari terakhir.
“Ini kabar sangat baik sekali, sebab orang-orang di sini kebingungan tentang mata uang apa yang harus mereka gunakan dan simpan,” kata seorang tetua suku dan pengusaha di Kandahar, Ahmad Shah Khan.
Menurut Khan, mata uang Afghanistan nilainya menguat menjadi 560 untuk 1.000 rupee Pakistan dari 630 untuk setiap 1.000 rupee sebelum kebijakan tersebut diberlakukan. Nilai mata uang Afghanistan juga menguat terhadap dolar, dari 68 menjadi 65 afghani sejak kebijakan baru itu diberlakukan, kata para pedagang. Nilai tukar resmi saat ini 67,5 afghani untuk 1 dolar AS.
Azrakhsh Hafizi, ketua komite hubungan internasional di Kamar Dagang dan Industri Afghanistan, menyambut baik keputusan Raziq itu dan mendesak agar para pejabat di seluruh Afghanistan mengikuti langkah tersebut.
Menurut Hafizi, penggunaan mata uang dolar Amerika dalam transaksi di bagian lain negeri itu, termasuk Kabul, seharusnya juga dilarang.
“Bank sentral hampir setiap pekan membeli afghani di pasar demi menjaga stabilitas mata uang Afghanistan, tetapi jika hanya menggunakan mata uang Afghanistan di seluruh penjuru negeri maka hal itu tidak perlu dilakukan lagi,” kata Hafizi.
Raziq mengatakan larangan penggunaan mata uang Pakistan itu merupakan balasan atas negara tetangga tersebut yang memberikan perlindungan terhadap Taliban, sebuah tuduhan yang dibantah Islamabad.
“Pakistan tidak hanya menggunakan bom terhadap kami, mereka menggunakan setiap taktik lain yang bisa mereka lakukan untuk menghancurkan kami, dan itu termasuk pengusaha kami,” kata Raziq.
Otoritas Pakistan menahan barang-barang produksi Afghanistan, termasuk produk segar, di titik-titik perbatasan sampai buah-buahan dan sayur-mayur membusuk, kata pejabat kepolisian itu.
Afghanistan belakangan menunjukkan tanda-tanda mulai melirik negara lain untuk mengimpor barang yang mereka perlukan, guna menekan Pakistan agar bersedia mendesak Taliban duduk di meja perundingan dalam rangka mengakhiri perang.
Impor gandum Afghanistan sebanyak total 2,4 juta ton tahun lalu, menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat, sebagian besar didatangkan dari Pakistan. Namun, kenaikan bea impor dari Pakistan yang diberlakukan otoritas Afghanistan memangkas volume impor tersebut, dan pelaku bisnis mulai beralih ke negara Asia Tengah.
Menurut Hafizi nilai impor dari Pakistan turun $700 juta sejak dimulainya tahun anggaran saat ini bulan Januari lalu.
Akibat peperangan berkepanjangan Afghanistan terjebak dalam krisis ekonomi yang sangat dalam, dengan pertumbuhan GDP nyaris nol. Pemerintah berupaya menaikkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan yang terhambat oleh ketidakmampuannya dalam memelihara stabilitas dan keamanan dalam negeri.*