Hidayatullah.com—Ketua Badan Tinggi Islam dan Khatib Masjidil Aqsha Syeikh Ikrimah Shabri mengecam penetrasi permukiman Yahudi di tanah Palestina sejak terpilihnya presiden baru Amerika, Donald Trump.
Menurut Syeikh Shabri, permukiman Yahudi di tanah Palestina meningkat dengan jelas dan terang-terangan mengindikasikan otoritas penjajah Zionis memanfaatkan dukungan tidak langsung dari kebijakan Amerika.
Sebagai bukti dukungan tidak langsung, presiden baru Amerika telah menjamu para ketua dewan permukim Yahudi dan mereka turut serta menghadiri upacara pelantikan presiden Trump.
Donald Trump dinilai juga turut menyumbang kepada salah satu permukiman Yahudi di Palestina.
Dikutip PIC, Syeikh Shabri juga mengecam kebijakan penghancuran rumah-rumah di dalam wilayah Palestina yang diduduki penjajah Zionis sejak tahun 1948. Dia mengatakan bahwa penghancuran rumah-rumah di dalam wilayah Palestina 1948 adalah kebijakan pengusiran, karena warga Palestina 1948 berkembang dan meningkat sehingga otoritas penjajah Zionis berusaha membatasinya.
2500 Rumah Ilegal
Sebegaimana diketahui, Israel terus mengingkari desakan internasional ketika menyetujui proyek pembangunan 2500 rumah untuk imigran ilegal Yahudi di Tepi Barat, dua hari setelah rezim itu memberikan izin lebih 500 buah rumah di Yerusalem Timur.
Proyek itu merupakan yang terbesar yang pernah diumumkan Israel selama beberapa tahun terakhir, lebih-lebih lagi setelah mendapat dukungan kuat dari Presiden Amerika Serikat (AS) yang baru, Donald Trump.
Kesaksian Syeikh Ikrimah terkait 47 Tahun Pembakaran Masjid al Aqsha
Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Lieberman dalam pernyataannya mengklaim, ia bersama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyetujui proyek tersebut guna memenuhi kebutuhan perumahan mereka, dilansir Reuters, Selasa (24/01/2017).
Lieberman mengatakan, mayoritas rumah tersebut akan dibangun di daerah pemukiman yang ada untuk mudah dikontrol dan persediaan jika Israel mencapai kesepakatan damai dengan Palestina. Namun, pemerintah Palestina mengutuk keras rencana baru itu yang secara jelas melanggar hukum internasional.
Sekitar 530 ribu warga Israel tinggal di Tepi Barat dan 200 ribu lainnya di Yerusalem Timur menempati wilayah jarahan warga Palestina. Kedua daerah ini direbut Israel dalam perang 1967 silam.*