Hidayatullah.com—Dalam sebuah laporan terbaru menyebutkan, setidaknya 3.500 pengungsi etnis Muslim Rohingya dilaporkan melarikan diri ke Bangladesh sejak militer dikerahkan kembali di Rakhine awal bulan ini.
Pengungsi baru tiba di Cox s Bazar dekat Sungai Naf yang memisahkan antara kedua negara itu, karena takut kepada terorisme di Yangon setelah pasukan keamanan mengerahkan 500 tentaranya di Rakhine pada 10 Agustus lalu.
“Di kamp Balukhali saja, sekitar 3.000 Rohingya tiba dari kampung mereka di Rakhine. Kamp tersebut dekat sungai dan itu merupakan tempat tinggal banyak pengungsi ketika mereka di Bangladesh,” kata Abdul Khaleq, pemimpin etnis Rohingya di Bangladesh dikutip Aljazeera, Rabu (23/08/2017).
Baca: Kofi Annan Dijadwalkan Bertemu Aung San Suu Kyi Bahas Masalah Rohingya
Seorang lagi pemimpin Rohingya, Kamal Hossain mengatakan, sekitar 700 keluarga masuk ke Dhaka sejak 11 hari lalu dan banyak di antara mereka terpaksa tidur di tempat terbuka karena tidak ada lagi ruang di kamp tersebut.
Pada 12 Agustus, pihak berwenang setempat mengatakan ratusan anggota militer telah dikirim ke Rakhine dalam upaya untuk ‘melawan oposisi’ di sana.
Sementara itu, pemimpin Rohingya di Bangladesh mengatakan kepada AFP bahwa jumlah etnis Rohingya yang besar menyebabkan kamp pengungsi di Cox’s Bazaar makin padat.
Menurut Kamal Hossain, beberapa dari mereka harus tidur di tempat terbuka karena tidak ada cukup ruang di kamp pengungsian, tulis AFP.
Baca: Myanmar Mendapat Kecaman karena Tolak Visa Penyidik Rohingya .
Etnis Rohingya yang telah tinggal ratusan tahun di negara bagian Rakhine itu menjadi satu-satunya etnis paling tertindas di sunia, mereka tidak diakui dari 135 etnis di Myanmar yang sudah ada. Akibatnya, hak asasi mereka diabaikan dan dipandang rendah.
Mereka juga tak memiliki kartu identitas sah. Dan hak mereka Rohingya tidak terlindungi secara hukum.
“Untuk memberikan dampak yang besar, kebebasan bergerak jangan dikaitkan dengan proses verifikasi kewarganegaraan. Semua orang di Rakhine harus diberikan hak kebebasan, terlepas mereka memiliki Kartu Verifikasi Nasional, Kartu Pendaftaran Nasional, atau dokumen-dokumen lainnya,” ungkap Komisi Penasehat Rakhine dikutip Frontier Myanmar.
Baca: PBB: Myanmar Berusaha Usir Semua Etnis Muslim Rohingya
Dewan HAM PBB menyepakati resolusi pembentukan tim investigasi untuk menyelidiki pelanggaran HAM berat di Myanmar sejak Oktober 2016 militer menutup akses masuk menuju Rakhine Utara, melarang media massa dan anggota kemanusiaan.
Militer Myanmar dituduh melakukan melanggar HAM, dengen tuduhan melakukan pemerkosaan massal wanita etnis Rohingya, melakukan pembunuhan di luar proses peradilan, dan penyiksaan. Namun, Pemerintah Myanmar selalu menepis tuduhan.*