Hidayatullah.com—Presiden Prancis Francois Macron telah menunjuk sebuah panel terdiri dari para pakar untuk mencari tahu tindakan negara itu semasa genosida di Rwanda 25 tahun silam.
Dilansir RFI hari Ahad (7/4/2019), Presiden Macron menyebut 7 April sebagai tanggal resmi peringatan Genosida Rwanda yang dimulai pada hari itu tahun 1994.
Pembantaian brutal selama 100 hari tersebut mengakibatkan hampir satu juta orang tewas, atau dimutilasi. Tidak hanya itu, pembataian mengakibatkan luka psikis bagi para penyintas baik di dalam Rwanda maupun mereka yang pergi meninggalkan negeri itu. Kebanyakan korban adalah suku Tutsi, tetapi ada pula orang Hutu yang terbunuh.
Prancis kala itu merupakan sekutu pemerintah Rwanda yang dipimpin oleh seorang presiden dari suku Hutu, Juvenal Habyarimana. Presiden brutal tersebut akhirnya tewas dalam kecelakaan pesawat terbang, yang dipandang banyak orang sebagai tebusan dosanya sebagai penyulut terjadinya pembantaian.
Guna menyelidiki keterlibatan negara Prancis dalam genosida itu, sebuah panel pakar akan diberikan akses ke sejumlah arsip terkait kebijakan presiden dan pemerintah dalam masalah Rwanda. Arsip tersebut selama ini ditutup rapat-rapat sebagai rahasia negara dan menurut konstitusi tidak boleh dibuka selama 25 tahun setelah kematian menteri atau presiden semasa dokumen-dokumen itu dibut. Francois Mitterand yang menjabat presiden Prancis ketika itu sudah wafat pada tahun 1996. Dengan demikian panel akan bisa mulai mengakses arsip dalam dua tahun mendatang, di tahun 2021.*