Hidayatullah.com-Manusia manapun yang berhati nurani akan terguncang setelah mendengar tentang nasib generasi anak-anak Suriah yang dipaksa menghadapi masa mengerikan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Anak-anak memiliki tempat khusus di masyarakat manapun. Mereka harus dilindungi. Semua anak-anak memiliki hak untuk hidup bebas dari kekerasan, yang membahayakan pertumbuhan fisik dan mental mereka. Tidak ada satupun dari kita tumbuh menjadi pria atau wanita tanpa melalui masa yang indah tanpa beban yang disebut masa kanak-kanak.
Sayangnya, hampir sembilan tahun konflik di Suriah telah merampas masa kecil anak-anak laki-laki dan perempuan serta membuat mereka menjadi korban pelanggaran hak-hak mereka.
Dalam perang sipil Suriah, gadis-gadis semuda sembilan tahun telah diperkosa dan dipaksa menjadi budak seksual. Anak laki-laki disiksa, dipaksa mengikuti pelatihan militer dan diperintahkan untuk membunuh di depan publik. Anak-anak telah menjadi target tembakan sniper dan digunakan sebagai alat tawar untuk mengambil tebusan.
Fakta-fakta terbaru itu telah menjadi fokus laporan baru para penyelidik PBB dalam perang Suriah, yang untuk pertama kalinya hanya melihat nasib anak-anak yang terperangkap dalam konflik.
Kelompok itu, dikenal sebagai Komisi Penyelidikan untuk Suriah, telah meneliti dan mencatat pelanggaran hak asasi manusia sejak konflik pecah pada 2011.
Dalam sebuah laporan 25 halaman berjudul “Mereka telah menghapus impian anak-anakku,” komisi beranggotakan tiga orang itu menguraikan berbagai pelanggaran hak-hak anak yang telah terjadi – termasuk lebih dari lima juta anak-anak yang menjadi pengungsi di dalam maupun luar negeri.
Situasi pendidikan yang hancur di Suriah secara khusus disoroti sebagai bidang perhatian.
Sejak awal konflik ribuan sekolah telah hancur atau digunakan untuk tujuan militer dan lebih dari 2,1 juta anak laki-laki dan perempuan tidak secara teratur menghadiri sekolah dalam bentuk apapun.
Seperti yang ditunjukkan sumber PBB, dampak dari konflik pada kesehatan fisik dan mental anak-anak itu telah sangat parah.
Hari ini, sejumlah besar anak-anak menderita disabilitas serta masalah psikologis dan perkembangan.
Kata-kata yang diucapkan oleh seorang ibu di Idlib kepada pejabat PBB mencerminkan trauma tersebut: “Mereka menghancurkan impian anak-anakku. Mereka menghancurkan apa yang kami bangun selama hidup kami; anak perempuanku sangat tertekan ketika dia mengetahui kalau rumah kami dihancurkan.
Anak saya yang lain, berumur tiga tahun, telah trauma karena krisis. Dia terus-menerus menggambar tank.”
Pengabaian yang mencolok terhadap hukum perang dan Konvensi Hak Anak oleh semua pihak yang terlibat, terutama rezim Assad, adalah masalah yang sangat memperhatinkan.
Komisi itu telah secara tepat meminta semua pihak untuk berkomitmen secara tertulis untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak-anak selama perang, sejalan dengan hukum internasional.
Rekomendasi lain termasuk mengakhiri perekrutan anak dan mempertimbangkan hak-hak anak selama perencanaan militer.
“Negara memiliki kewajiban yang jelas untuk melindungi anak-anak. Gagal mematuhi prinsip-prinsip dasar seperti itu akan menjadi pelalaian tugas yang jelas, ”seperti yang ditunjukkan Komisaris Hanny Megally.
Rekomendasi panel untuk pihak yang bertikai, pemerintah Suriah dan komunitas internasional perlu ditangani. (CK)