Hidayatullah.com–Rakyat Tunisia hari Ahad (13/2/2022) turun ke jalan untuk berunjuk rasa, beberapa jam setelah Presiden Kais Saied secara resmi mengganti badan pengawas peradilan dan memberi dirinya kekuasaan untuk memecat hakim, memblokir promosi mereka dan melarang mereka melakukan mogok kerja.
Beberapa jam setelah keputusan presiden itu diterbitkan Ahad pagi, lebih dari 2.000 pengunjuk rasa berkumpul di pusat kota Tunis, kebanyakan mengibarkan bendera dan meneriakkan slogan-slogan mendukung lembaga kehakiman yang independen.
“Kebebasan! Kebebasan! Negara polisi sudah usai,” teriak sebagian orang.
Aksi protes itu digerakkan oleh kubu oposisi utama Ennahda, partai terbesar di parlemen Tunisia yang saat ini sedang dibekukan.
Keputusan Saied muncul sepekan setelah dia mengatakan akan membubarkan Dewan Kehakiman Tinggi, mendorong penutupan pengadilan di seluruh penjuru negeri oleh para hakim yang mengatakan langkah itu akan melanggar independensi peradilan.
Dengan dekrit hari Ahad tersebut, Saied membentuk badan baru Temporary Dewan Kehakiman Tertinggi beranggotakan 21 orang – sembilan di antaranya diangkat sendiri oleh presiden – dan memberinya wewenang untuk memberhentikan “hakim mana pun yang gagal melakukan tugas profesionalnya”.
Tidak hanya itu, “hakim dari semua tingkatan dilarang mogok atau melakukan tindakan kolektif terorganisir yang dapat mengganggu atau menunda kerja normal pengadilan”, bunyi dekrit tersebut.
Bulan Juli lalu Saied memecat pemerintah, menangguhkan parlemen dan merebut berbagai kekuasaan sebelum beralih menjalankan pemerintahan melalui dekrit.
Sejak lama Saied menuding Dewan Kehakiman menghalangi banyak penyelidikan kasus sensitif dan dipengaruhi oleh musuh besarnya, partai Ennahda.
Dia bersikeras mengatakan tidak berniat mengganggu lembaga peradilan, tetapi kelompok-kelompok peduli hak asasi mengkritik langkahnya.
International Commission of Jurists hari Ahad mengatakan bahwa dekrit itu “mengkonsolidasikan kekuasaan di tangan Presiden/eksekutif” dan secara efektif mengakhiri segala bentuk independensi peradilan” di Tunisia, lansir RFI.
“Langkah ini membawa Tunisia kembali ke masa-masa tergelapnya, ketika hakim dipindahkan dan diberhentikan semata atas dasar kehendak eksekutif,” kata komisi itu.*