Hidayatullah.com—Dalam bagian baru memoirnya yang dimuat koran Mesir Ruz Al Yusuf, Kamis (22/03/2012), mantan presiden Husni Mubarak menyatakan bahwa ia bukan seorang diktator. Demikian lansir Al Arabiya, Jumat (23/03/2012).
Mubarak mengatakan bahwa dirinya menerima laporan dari lembaga keamanan negara yang merekomendasikan untuk menyingkirkan tiga tokoh politik yaitu Amr Mousa (mantan sekretaris jenderal Liga Arab yang sekarang mencalonkan diri jadi presiden), Abdul Halim Abu Ghazala (mantan menteri pertahanan) dan Umar Sulaiman (mantan kepala intelijen yang kemudian menjadi wakil presiden untuk sementara waktu saat terjadi revolusi di Mesir awal 2011 yang menggulingkan Mubarak).
“Jika saya diktator, maka saya sudah memerintahkan pembunuhan atas Amr Mousa,” tulis Mubarak dalam memoirnya itu, seraya menambahkan bahwa Adly, telah memperingatkan dirinya akan popularitas Mousa dan sikap menentangnya terhadap Tel Aviv.
Menurut Mubarak, tidak ada orang yang ribut di istana kepresidenan selama 30 tahun masa kepemimpinannya, kecuali ketika mereka bicara tentang Amr Mousa. Bahkan istrinya, Suzan Mubarak, mendesaknya untuk menyingkirkan Mousa.
Suzan Mubarak pernah meminta kepadanya agar Mousa dipensiunkan dini, namun permintaan itu ditolaknya.
Menurut Mubarak, Amr Mousa memiliki hubungan yang tidak terlacak dengan mendiang orang kuat Libya, Muammar Qadhafi.
Membantah tudingan bahwa dirinya mengabdi untuk kepentingan Amerika Serikat dan Israel, Husni Mubarak mengatakan bahwa jika benar demikian, maka orang-orang akan menyaksikan ia menggunakan kendaraan-kendaraan lapis baja buatan kedua negara itu untuk menghadapi para demonstran yang menentangnya.
Dalam memoir itu, Husni Mubarak menyebut orang-orang yang bekerja dengannya sebagai koruptor. Mubarak menyebut mantan penasehat politiknya Usamah Al Baz sebagai contoh.
Mubarak juga mengatakan bahwa dirinya cenderung untuk mendengarkan dan mengikuti pendapatnya sendiri dalam mengambil keputusan. Jika ia mendengarkan dan mengikuti suara dan pendapat setiap orang disekitarnya, maka ia bisa gila, katanya. Lagipula, dalih Mubarak, kapal tidak mungkin memiliki lebih dari satu nahkoda.*