Hidayatullah.com—Kepala urusan kesehatan publik Israel mengundurkan diri dari jabatannya sebagai protes terhadap kebijakan pemerintahan PM Benjamin Netanyahu dalam menangani pandemi Covid-19.
Siegel Sadetzki mengumumkan pengunduran dirinya lewat sebuah tulisan kritik panjang tentang pemerintah Israel yang dinilainya “kehilangan pijakan” dalam menghadapi pandemi coronavirus, lansir The Guardian Selasa (7/7/2020).
“Pencapaian yang telah diraih dalam mengatasi gelombang pertama [wabah Covid-19] dirusak dengan kebijakan pembukaan kembali perekonomian yang terlalu dini dan luas,” kata wanita pakar epidemiologi itu di laman Facebook.
Israel sebelumnya dianggap sebagai salah satu negara yang berhasil meredam penyebaran coronavirus, dengan memberlakukan penguncian wilayah secara ketat pada bulan Maret, setelah wabah muncul di kalangan turis yang berkunjung ke kota Bethlehem di wilayah Palestina.
Selama karantina wilayah diberlakukan kala itu, warga dilarang bepergian melebihi 100 meter jauhnya dari rumah mereka, kecuali ada keperluan esensial seperti belanja kebutuhan rumah tangga dan membeli obat.
Sadetzki memuji langkah-langkah awal yang diambil pemerintah dalam penanganan wabah, tetapi dia menilai keputusan untuk membuka kembali sekolah-sekolah pada pertengahan Mei sebagai salah langkah.
Menyusul merebaknya kembali coronavirus, sekolah ditutup dan ribuan siswa serta guru kemudian diperintahkan melakukan isolasi mandiri.
Sejak itu jumlah kasus infeksi Covid-19 di Israel terus merangkak naik, seiring dengan pembukaan lockdown secara bertahap, termasuk pembukaan kembali toko, restoran serta pantai.
PM Netanyahu menyalahkan kenaikan jumlah kasus infeksi itu kepada masyarakat yang ditudingnya tidak mematuhi regulasi, seperti menjaga jarak minimal 2 meter dan mengenakan masker. Namun, banyak kalangan yang mengkritik PM Netanyahu terlalu lambat dalam bertindak.
Israel, yang berpenduduk sekitar 9 juta jiwa, sejauh ini mencatat 338 kematian Covid-19 dan lebih dari 31.000 kasus infeksi coronavirus. Kasus-kasus yang merebak belakangan, yang mana lebih dari 1.000 orang dites positif Covid-19, menunjukkan penularan terjadi secara lokal yang artinya disebarkan bukan oleh orang yang datang dari luar negeri.*