Komisi VI DPR RI sedang mempersiapkan draft rancangan undang-undang (RUU) untuk merevisi UU No.17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang dinilai banyak memiliki kelemahan.
Anggota Komisi VI DPR RI Rokib Abdul Kadir kepada wartawan di Gedung MPR/DPR Senayan, Kamis, membenarkan adanya kegiatan itu serta keinginan komisinya untuk merevisi UU tersebut.
Sejumlah fasal yang dinilai menimbulkan kerancuan dan kelemahan itu antara lain mengenai pelaksana dan pengawas ibadah haji, komponen biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan peruntukannya, serta dana abadi ummat.
Menurut Rokib, terkait dengan pelaksana dan pengawas ibadah haji, perlu ada kejelasan siapa yang bertugas sebagai pelaksana dan siapa sebagai pengawas.
Dalam UU No.17 disebutkan bahwa pelaksana penyelenggaraan ibadah haji adalah Departemen Agama. Namun, di bagian lain Departemen Agama juga disebut sebagai pengawas penyelenggaraan ibadah haji.
“Ini kan jadi rancu, Depag sebagai pelaksana tapi juga sekaligus sebagai pengawasnya. Jadi ketika Depag melakukan evaluasi pelaksanaan haji, hasilnya selalu baik-baik saja dari tahun ke tahun. Ini kan tidak fair,” kata Rokib sambil menyebut bahwa seharusnya mekanismenya seperti penyelenggaraan haji khusus (ONH plus).
Selama ini, katanya, penyelenggaraan haji khusus dilakukan oleh biro perjalanan haji swasta, sementara pemerintah (Depag) bertindak selaku pengawasnya. “Karena itu jika terbukti melakukan penyimpangan, maka BPH `nakal` itu bisa ditindak,” katanya.
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan itu, Rokib menyarankan perlunya dibentuk badan khusus independen yang terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat (swasta) untuk mengelola pelaksanaan ibadah haji.
Sedangkan mengenai komponen biaya haji, Rokib mengatakan, biaya yang terkait dengan pelayanan haji tidak semestinya dibebankan kepada jamaah, karena sesuai UU maka pelayanan haji menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal ini Depag.
“Petugas haji itu kan PNS yang sudah memperoleh gaji tersendiri. Mereka memang ditunjuk atau diangkat untuk mengurus persoalan haji, tapi mengapa mereka mesti mendapat insentif yang uangnya dibebankan kepada jamaah,” kata Raokib bertanya.
Ia menyarankan agar komponen itu dialihkan dengan mengambil beban APBN/APBD, dan tidak dibebankan kepada jamaah haji, sehingga komponen biaya penyelenggaraan haji mungkin bisa dikurangi.
Ia mengatakan, selama ini dana abadi ummat itu tidak diberdayakan dan hanya disimpan di bank dengan mengharapkan bunga yang kemudian digunakan untuk berbagai kepentingan.
“Dana abadi ummat yang diambil dari sisa penyelenggaraan ibadah haji itu justru harus digunakan untuk memperbaiki pelayanan haji,” katanya seraya menyarankan agar pengelolaan dana abadi itu diserahkan saja kepada pengelola yang independen.
Sementara itu pembentukan Badan Haji Nasional yang bertugas menyelenggarakan ibadah haji diusulkan agar dimasukkan sebagai salah satu klausul dalam revisi UU No.17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
“Badan Haji Nasional itu merupakan lembaga independen yang anggotanya terdiri dari empat departemen terkait yaitu Depag, Depkes, Dephub dan Depkeh, ditambah sejumlah unsur swasta,” kata Ketua Umum Komite Independen Pemantau Haji Indonesia (KIPHI) Hengky Hermansyah, Kamis.
Pihak swasta yang dilibatkan dalam badan tersebut antara lain asosiasi haji, pengusaha biro perjalanan haji, pemantau haji, anggota DPR, dan komponen masyarakat lainnya.
Menurut dia, badan independen itu perlu dibentuk untuk memperbaiki sistem dan manajemen penyelenggaraan ibadah haji yang merupakan hajat nasional dan menyangkut kesejahteraan jemah haji.
Karena itu, Hengky sangat menyambut baik keinginan Komisi VI DPR RI untuk merevisi UU No. 17 tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji.
Ia mengatakan, Depkeh beberapa waktu lalu bicara masalah paspor haji yang selama ini dikelola Depag untuk dipertimbangkan kembali. Tidak tertutup kemungkinan, departemen lain yang terkait penyelenggaraan haji seperti Depkes dan Dephub akan berbicara perihal wewenang masing-masing yang selama ini kurang jelas karena tugas-tugas haji didominasi Depag. (Ant/sk/cha)