Hidayatullah.com–Ketua Presidium Aliansi Masyarakat Anti-Pornografi dan Pornoaksi, Dra Hj Juniwati T Masjchun Syofwan mengungkapkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pornografi di Indonesia merupakan urutan kedua di dunia setelah Swedia. Kondisi ini dipicu karena hasil keuntungan dari penayangan pornografi melalui media cetak dan elektornik lebih besar dari usaha dagang pada umumnya, sehingga orang makin tergiur untuk melakukannya demi mendapatkan keuntungan sesaat, kata Juniwati di Padang, Minggu (29/6), dalam diskusi pronografi dan pornoaksi yang digelar Bundo Kanduang Sumbar. Menurut Juniwati, para penentang pornografi di Indonesia saat ini menghadapi kapitalisme tingkat tinggi, sementara tayangan porno dan gambar-gambar porno malah menjadi budaya yang premisif dan dampaknya sangat luar biasa terhadap moral dan budaya bangsa. Lebih parahnya, lanjut Juniwati, ada gambar-gambar porno yang diberikan secara gratis ke sekolah- sekolah dengan tujuan merusak moral generasi muda. Pihak yang pro terhadap aksi dan pornografi malah menilai bahwa pelarangan terhadap berbagai tayangan pornografi telah melanggar HAM, padahal HAM juga ada kaitannya dengan kewajiban dan setiap orang juga harus ingat hak orang lain, katanya. Pornografi di Tanah Air, nilainya, sudah sangat meresahkan padahal negara ini berdasarkan Pancasila dan berketuhanan yang dilengkapi dengan hukum adat, agama, dan aturan di dunia. Upaya menghentikannya pun juga tidak gampang, sebab ada produser yang membuat program seperti itu walaupun tayangan seperti itu telah diredam oleh Komunitas Anti Pornografi di Jakarta. Secara moral, tanggung jawab seorang produser dituntut agar memilih tayangan yang terbaik bagi masyarakat, sebab pornografi tidak saja merusak moral juga kepribadian dan dampak lainnya adalah menimbulkan berbagai penyakit akibat pergaulan bebas. Lebih jauh dia mengatakan menurut agama definisi pornografi itu sudah jelas adalah segala sesuatu gambar dan visualisasi yang diarahkan untuk merangsang nafsu seksual sementara aksi pornografi adalah gerakan-gerakan melalui tarian dan penampilan kesenian lainnya yang merangsang munculnya nafsu seksual. Pemerintah bersama DPR harus cepat melahirkan UU pemberantasan tindak pidana pronografi itu sementara peran masyarakat agar terus mengawasinya bila UU tersebut tidak berjalan dengan baik, katanya. Meski kegiatan pornografi dan pronoaksi terbilang sangat parah, media TV bahkan secara sengaja menampilkan beberapa acara yang sangat identik dengan seks dan erotisme. Sayangnya, protes terhadap media belum begitu banyak terjadi.(Ant/sp/cha)