Hidayatullah.com–Tokoh Ulama Shi’ah Ayatollah Ali Sistani, menyerukan agar diadakan pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat Iraq.
Seperti diberitakan, administratur AS untuk Iraq, Paul Bremer, berniat membentuk dewan politik baru sebagai tahap awal pembentukan pemerintah Iraq di masa depan.
Akan tetapi menurut BBC, fatwa Ayatollah Sistani ini merupakan pukulan telak terhadap rencana AS untuk membentuk pemerintah baru.
Ayatollah Sistani adalah ulama paling disegani di Iraq, dan fatwanya diikuti oleh banyak warga Shi’ah, yang merupakan mayoritas di Iraq.
Pasukan AS berkali-kali memuji dia karena pendapat-pendapatnya yang moderat, seperti mengenai pemisahan negara dengan agama, dan karena ia jarang mengeluarkan pendapat politik.
Sayangnya, dalam fatwanya yang terbaru, Ayatollah Sistani mengatakan sama sekali tidak bisa diterima bahwa pemerintah pendudukan di Iraq, menunjuk anggota dewan politik yang menyusun konstitusi baru.
“Pemerintah pendudukan tidak berhak menyebut nama-nama anggota dewan yang bertugas menyusun konstitusi,” katanya.
“Tidak ada jaminan bahwa konvensi semcam ini akan menyusun konstitusi yang menjunjung hak-hak rakyat Iraq dan memajukan identitas kebangsaan mereka, berdasarkan Islam dan nilai-nilai sosial yang tinggi.”
Ayatollah Sistani mengatakan rakyat Iraq harus memilih sendiri wakil mereka dalam dewan itu, dan masyarakat harus menyetujui kontitusi itu lewat referendum.
Bremer mengatakan kepada kelompok-kelompok politik Iraq pada awal bulan Juni bahwa masa depan pemerintah sementara Irak, yang akan dibentuk pada pertengahan Juli, akan dipimpin dewan politik berkekuatan 25-30 orang, yang akan menunjuk para “penasehat kunci” bagi para menteri.
Badan sementara itu akan bekerja secara paralel dengan konvensi terpisah yang lebih besar, untuk menyusun konstitusi Iraq yang baru.
Sistani tinggal di kota suci Najaf, yang terletak 130 km di sebelah selatan Baghdad. Menurut Wakil Ayatollah Sistani di Baghdad, Ayatollah Hussein al-Sadr, mengatakan kepada AFP, bahwa pendapat Ayatollah Sistani juga dianut dewan Hawza, yang merupakan lembaga agama Shi’ah terkemuka.
“Hawza dan Ayatollah Sistani berpendapat bahwa orang-orang yang merencang konstitusi bangsa kami harus dipilih – ini juga merupakan pendapat masyarakat biasa,” katanya.
Tetapi Ayatollah al-Sadr menekankan bahwa perbedaan mengenai masa depan Iraq, harus diselesaikan lewat dialog, bukan lewat serangan terhadap pasukan Amerika “yang menyingkirkan rezim yang menyiksa mereka selama 35 tahun”.
Wartawan kami mengatakan fata ini menunjukkan adanya keresahan di antara masyarakat Sh’iah mengenai tujuan yang ingin dicapai AS di Iraq.
Ayatollah Sistani belakangan ini mendapat desakan agar membuka suara dan memberitahu pengikutnya mengenai tindakan yang harus mereka ambil terhadap pemerintah di masa depan. Sebagian pengikutnya yang moderat terkejut dengan pernyataan keras yang ia keluarkan. (bbc)