Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air Siaran Pers Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air Memprotes Proyek WATSAL Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air, yang sejak pukul 10.00 Jum’at kemarin melakukan aksi di Gedung BEJ menolak untuk bertemu Bank Dunia. Penolakan ini didasari oleh sikap Bank Dunia yang tidak mengizinkan wartawan ikut dalam pertemuan antara Kolisi dan Bank Dunia. Aksi protes yang dilakukan ratusan orang yang terdiri dari petani karawang (Dewan Tani Karawang), kelompok gerakan mahasiswa dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air, dimulai dari halte di depan Gedung BEJ dengan menggelar poster dan spanduk yang mengecam Bank Dunia sebagai aktor dibalik privatisasi air. Sedianya Koalisi bermaksud menemui pihak Bank Dunia untuk menyampaikan protes terhadap proyek utang Bank Dunia dan Pemerintah RI yaitu Water Structural Adjustment Loan (WATSAL). Sempat terjadi negosiasi antara pihak Koalisi dengan Ilham Abla, operation officer World Bank, agar seluruh peserta aksi bisa diterima di kantor Bank Dunia. Namun pihak Bank Dunia bersikeras hanya mau menemui beberapa perwakilan saja yang jumlahnya tidak lebih dari 6 orang. Ketika permintaan tersebut sudah dipenuhi oleh pihak Koalisi, pada saat akan memasuki kantor Bank Dunia di lantai 12 menara 2 Gedung BEJ, pihak Bank Dunia melarang wartawan ikut serta untuk melakukan peliputan. Padahal apa yang akan disampaikan Koalisi berkaitan langsung dengan proyek yang didanai oleh utang dari Bank Dunia yaitu Water Structural Adjustment Loan (WATSAL) yang bernilai kurang lebih USD 300 juta. Proyek utang ini jelas akan berdampak kepada rakyat. WATSAL melanggar prinsip Air sebagai Hak Asasi Rakyat Saat ini Panitia Kerja – Komisi IV DPR, secara diam-diam masih terus membahas RUU Sumberdaya Air, yang dipaksakan untuk disahkan pada tanggal 23 September. Karena pengesahan tersebut akan mencairkan dana pinjaman sebesar USD 150 juta dari World Bank bagi kas APBN 2004. Dalam perjanjian utang pemerintah dan Bank Dunia, undang-undang ini merupakan salah satu syarat untuk pencairan USD 300 juta pinjaman program restrukturisasi air “WATSAL”. Sebesar USD 150 juta telah dicairkan dalam 2 termin dengan persyaratan sejumlah PP dan Kepress untuk meliberalisasi sektor air. Sisa utang sebesar USD 150 juta akan dicairkan bila DPR sudah mengesahkan RUU SD Air yang disusulkan pemerintah. Walaupun pinjaman ini disebutkan untuk restrukturisasi air, namun dana ini akan masuk ke APBN, karena itu pulalah Menteri Keuangan Boediono menargetkan agar RUU Sumberdaya Air disahkan oleh DPR dalam waktu dekat. Padahal RUU SD Air ini masih mengandung kontroversi yang diperdebatkan. Dalam RUU ini terkandung substansi yang memberi peluang adanya privatisasi dan komersialisasi sumber-sumber air, khususnya dalam pasal 7,8, dan 9 yang menyebutkan penguasaan air oleh badan usaha swasta. Jika undang-undang ini tetap disahkan maka perusahaan penyediaan air minum (PDAM) dapat dimiliki oleh investor (asing/nasional) atau diprivatisasi. Para pemilik modal pengusaha/industri) dibolehkan menguasai sumber-sumber air (air tanah, air pemukaan dan sebagian badan sungai) untuk kepentingan usaha (bisnis). Pengusahaan sumber air (air permukaan, air tanah dan sebagian badan sungai ) oleh suatu badan usaha atau investor sama saja dengan pengkaplingan. Jika ini terjadi, maka akses masyarakat untuk mendapatkan air bagi kebutuhan sehari-hari, pertanian dan kebutuhan sosial lainnya akan terancam. Padahal akses terhadap air merupakan hak asasi setiap manusia. Air merupakan hajat hidup orang banyak yang dijamin oleh Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945 maupun Deklarasi ECOSOC (Ekonomi, Sosial dan Budaya) PBB November 2002. Namun kini hak tersebut terancam karena adanya keinginan oleh sejumlah investor asing dan lembaga keuangan (IMF, Bank Dunia, ADB) untuk menguasai sumber-sumber air dan badan penyedia air bersih PDAM) milik pemerintah. Ini dilakukan dengan cara memanfaatkan pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang memberi peluang adanya privatisasi perusahaan penyediaan air (PDAM) dan penguasaan sumber air oleh investor /pengusaha. Jutaan orang, mahasiswa, petani, aktivis, akademisi, tokoh partai, dan masyarakat awam di berbagai negara saat ini sedang menentang rencana “privatisasi air” dan ” penguasaan sumber air” oleh investor asing yang didukung oleh lembaga keuangan (IMF, World Bank dan ADB). Kami mengutuk World Bank yang menggunakan utang luar negeri (termasuk Proyek WATSAL) sebagai alat untuk menekan dan menyisipkan agenda privatisasi dan komersialisasi air dalam RUU SD Air ini. Ini merupakan bentuk money politik untuk menggolkan kepentingan perusahaan multinasional sektor air. Agar hak rakyat atas air bisa terlindungi, maka pengelolaan sumberdaya air harus tetap berada dalam kelola negara dan tidak dapat diserahkan kepada swasta. Karena itu Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air menyatakan: 1. Menolak intervensi Bank Dunia yang memaksakan privatisasi dan komersialisasi sumber air, melalui Proyek WATSAL, yang mensyaratkan liberalisasi sektor air melalui pengesahan RUU SD Air. 2. Mendesak Bank Dunia untuk segera menghentikan Proyek WATSAL yang mengancam hak rakyat atas air. Jakarta, 19 September 2003