Hidayatullah.Com– Demikian dikatakan oleh Dokter Madi Saputra, relawan dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang sekarang bertugas di Banda Aceh, Minggu (9/1/05)
Berdasarkan temuan dokter Madi Saputra di lapangan, di beberapa tempat di Banda Aceh sudah ditemukan buku-buku porno di tempat-tempat pengungsian. Masuknya buku porno ini akan mengancam mental masyarakat Aceh, khususnya anak-anak.
Salah satu sumber ancaman itu adalah dari relawan asing. Sebagaimana diketahui di Banda Aceh saat ini dipenuhi oleh relawan asing. Mereka berasal daei beberapa unsur, antara lain tentara, tim rescue dan tenaga medis.
Mereka ternyata tidak hanya melakukan rescue tadi juga membawa perilaku negatif. “Di satu sisi kita memang butuh bantuan mereka, tapi sisi yang lain timbul dampak negatif atas kehadiran mereka,” tambah dr. Madi Saputra.
Temuan ini juga diperkuat dengan kesaksian Tim Medis dari Mer C yang mengadakan pengobatan di kawasan Mata Ie, Aceh. Di Kawasan sekitar Mata Ie ini ada beberapa titik yang menjadi tempat pengungsian. Di kawasan juga relawan dari Prancis membuat Posko untuk tempat tinggal mereka. MMI menemukan para pengungsi ada yang memegang buku-buku porno. “Kami juga mendapat laporan yang sama dari relawan yang berasal dari UNS Solo,” tambah Haikal salah seorang relawan dari MMI.
Selain munculnya buku-buku porno, masyarakat Aceh di pengungsian juga menghadapi pemurtadan akibat kehadiran misionaris yang berkedok sebagai relawan.
Sebagaimana yang ditulis Hidayatullah.com sebelumnya,seorang pastur Australia, Chris Riley, berencana membangun tenda penampungan untuk anak-anak di Aceh. Rencana itu terungkap dalam wawancara khusus stasiun televisi Channel 9 dengan sang pastur, Selasa (4/1) waktu Brisbane. Riley akan berangkat ke Aceh pada 5 Januari 2004. Menurutnya, tenda-tenda penampungan sementara itu akan dibangun permanen di masa mendatang.
“Kami sudah menemukan cerita Nabi-nabi yang diterbitkan dalam versi kristen. Beberapa anak Aceh nampak asyik menikmati cerita dari buku yang merupakan bantua itu,” tambah Haikal.
“Situasi yang saat ini di berkembang di Aceh, dimana setiap warga memerlukan uluran tangan dari orang luar, sangat memungkinkan infiltrasi budaya, termasuk di dalamnya adalah pemurtadan,” kata dokter Madi. (Har)