Hidayatullah.com–Psikiater Prof Dr dr Luh Ketut Suryani, SpKj mengatakan, sistem belajar-mengajar seharian yang biasa disebut "full day school", terbukti merusak mental siswa, ditandai berkembangnya generasi apatis dan beringas.
"Tanpa kita sadari telah lahir generasi beringas yang tidak peduli pada kepentingan umum, lingkungan, apalagi persoalan bangsa. Rasa nasionalisme terhadap NKRI pun dipertanyakan," katanya pada Seminar Guru "Memahami Perkembangan Mental Anak Didik" di Denpasar, Selasa (1/7).
Disebutkan bahwa upaya mengejar prestasi akademik hingga meraih berbagai juara merupakan hal yang penting, tetapi tidak boleh mengabaikan kebutuhan untuk bersosialisasi dengan orangtua, keluarga, maupun masyarakat.
Selain itu, penekanan pada studi juga harus diimbangi dengan waktu yang cukup untuk rileks, menikmati berbagai kesenangan, sehingga pertumbuhan otak kiri dan kanan akan seimbang.
Rileks dengan menonton televisi juga perlu, tetapi untuk usia anak-anak harus didampingi dan dibatasi. "Siaran televisi menyajikan hiburan instan yang membunuh kreaivitas. Menonton terlalu lama juga menimbulkan kelelahan yang berdampak apatis," ucap Prof Suryani.
Di hadapan sekitar 200 guru SMP dan SMA pada seminar yang diselenggarakan Telkomsel bersama Dinas Pendidikan Propinsi Bali itu diingatkan agar orangtua tidak memaksakan putra-putrinya bersekolah di lembaga yang dinilai unggul dari sisi akademik saja.
"Berilah anak-anak keleluasaan untuk memilih tempat studi yang menyenangkan. Yang juga memperhatikan kebutuhan berkreasi, cukup waktu untuk bersenang-senang dan berkumpul dengan keluarga maupun masyarakat," katanya.
Gurubesar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu mengingatkan bahaya lebih lanjut dengan terus berkembangnya generasi yang apatis dan beringas akibat tidak memahami tindakan dan perbuatan apa yang harus dilakukan di rumah dan di masyarakat.
"Di mana-mana kita dengar orangtua mengeluhkan perilaku anaknya. Tidak mengerti urusan rumah. Ini salah kita, salah lembaga pendidikan. Karena itu sistem “full day school” perlu segera dievaluasi," pinta pendiri dan President CASA (Committee Against Sexual Abuse) itu.
Hal itu hanya bisa diperbaiki melalui pengembangan sistem pendidikan yang berimbang antara kebutuhan mengejar prestasi akademik dan keleluasaan berkreasi, bermain, bersosialisasi dan cukup waktu untuk rileks, tambahnya.
Sayangnya, peryataan wanita pengarang buku “Meditasi Relaksasi Spirit” ini tanpa didasarkan pada fakta dan penelitian.
Tapi ini pendapat Suryani bukan hal baru. Sebelum ini, tepatnya tahun 2002, pemilik situs website http://www.suryani-institute.com ini pernah menerapkan larangan berjilbab pada mahasiswi Muslim di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali di saat mata kuliahnya berlangsung tanpa alasan masuk akal. [ant/cha/hidayatullah.com]