Hidayatullah.com–Kecurigaan pihak kepolisian kepada orang yang memiliki ciri-ciri tertentu (stereotyping), dalam bentuk labeling (pemberian cap) kepada kelompok atau seseorang dalam kasus terorisme, dinilai sudah mulai memojokkan kaum Muslim.
Pernyataan ini disampaikan Prof. Dr. Ahmad Jainuri, dosen Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya kepada hidayatullah.com.
Pernyataan Jainuri ini disampaikan, menanggapi mulai munculnya sikap beberapa aparat yang mengaitkan urusan jenggot, sorban, dan celana gantung yang digunakan oleh sebagian kaum Muslim, dengan tindakan terorisme.
Menurut Ahmad Jainuri, mengaitkan ciri-ciri fisik atau simbol-simbol yang digunakan umat Islam tersebut sangat tidak berdasar.
“Orang yang memiliki ciri-ciri seperti itu, tidak bisa dijadikan dasar penangkapan. Sebab, label seperti ini banyak dimiliki orang,” kata lulusan McGill University ini. Aparat harus menjunjung asas praduga tak bersalah, bukan berpedoman ciri-ciri fisik seseorang.
“Apalagi, dalam negara yang menjunjung tinggi hukum, harus ada praduga tak bersalah,” imbuhnya.
Tak hanya itu, menurut Ahmad Jainuri, yang paling fatal adalah efek psikologis atas segala labelisasi yang dinilai sangat memojokkan umat Islam itu.
Oleh karena itu, pria yang juga berstatus sebagai dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ini mengimbau, agar tidak terjadi reaksi keras dari umat Islam, maka pihak kepolisian harus mengklarifikasi hal tersebut. Sebab, dengan adanya labelisasi itu, akan muncul sikap umat Islam menjadi korban dan merasa terus dipojokkan. Dan akhirnya terjadi reaksi balik atau hal-hal yang tak diinginkan.
“Sudah, jangan diteruskan labelisasi itu. Hal itu hanya membuat luka masyarakat dan akan mengundang reaksi keras dari masyarakat,” katanya.
Untuk itu, ia meminta tokoh Islam agar tidak diam saja, harus mengklarifikasi. “Labelisasi itu harus diklarifikasi, tokoh Islam jangan diam saja,” pungkasnya. “Sebab, hal itu bisa mencegah aparat agar tidak salah tangkap,” imbuhnya. [ans/hidayatullah.com]