Hidayatullah.com—Ada perbedaan dakwah ketika masa Orde Baru (orba) dengan era reformasi. Jika di jaman orba, dakwah kerap diawasi sedang di era reformasi, kran dakwah dibuka selebar-lebarnya. Kendati begitu, bukan berarti dakwah bisa melenggang mulus. Hanya saja, dengan cara yang berbeda. Dan, cara itu justru jauh lebih lembut dan mematikan.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Ustad Syuhada Bahri, dalam acara diskusi bersama di pesantren Hidayatullah Surabaya Ahad (22/8) pagi tadi.
Syuhada mengatakan, penghalang dakwah itu setidaknya berada di dua sisi; kanan dan kiri. Di sisi kanan, ada fenomena dakwah yang seolah bagus dan lembut, tapi kemudian diarahkan ke sekuler dengan dalih Islam moderat. Sedangkan sisi kiri, ujar Syuhada, jenis dakwah transendental yang sesuai aqidah Islam, tapi kemudian dicitrakan “teroris” dan golongan radikal. Hal itu, kata Syuhada tidak lain karena ulah media.
Selain itu, Syuhada juga menyoroti banyaknya juru dakwah sayangnya, keberadaan mereka kurang memberi bekas yang dalam dan perubahan signifikan di masyarakat.
“Dakwah sekarang ramai, tapi ibarat melempar pasir ke rumpun bambu. Bunyi, tapi tak berbekas,” ujar Syuhada yang juga mantan dai pedalaman ini.
Hal itu tidak lain, kata Syuhada, dakwah disampaikan hanya sebatas rasio atau akal semata. Jarang dakwah disampaikan dari hati ke hati dan penuh keikhlasan. Padahal, kata Syuhada, dakwah dari hati ke hati itu justru yang lebih berbekas.
Lebih lanjut, Syuhada mengatakan, dakwah yang dilakukan para dai, hingga kini belum bisa dikatakan memuaskan. Pasalnya, kondisi umat Islam yang masih terpuruk di berbagai bidang: politik, ekonomi, dan sosial.
Bahkan, lebih dari itu, umat Islam justru banyak jadi korban. Kendati demikian, Syuhada menilai, jangan-jangan kekalahan umat Islam akibat diri sendiri.
“Jadi, wajar, jika kalah. Mungkin umat Islam belum pantas menang,” ujarnya. Karena itu, Syuhada menyarankan agar umat Islam lebih giat lagi dalam berdakwah. “Berdakwalah terus, jangan terlalu berfikir hasil. Itu urusan Allah,” ujarnya. [ans/hidayatullah.com]