Hidayatullah.com—Di depan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fachri Hamzah, Munarman membeberkan kejanggalan-kejanggalan penanganan terorisme, di antaranya terdapatnya Satgas Antibom yang ditengarai ikut ’menunggangi’ Densus 88.
Selain itu, Munarman juga menengarai, Satgas ini menggunakan dana yang tak terbatas dan di luar APBN. Karenanya, Munarman meminta DPR melakukan audit dana-dana tersebut.
”DPR harus mengaudit dana dari mana Satgas itu mendapatkan, yang pasti ini non-bujeter,” ujar Munarman.
Pernyataan ini disampaikan Munarman dalam diskusi Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (KKSK) bertajuk “Polisi Dalang Terorisme?”, di Intiland Tower, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (26/8).
Mendengar penuturan Munarman, Fachri Hamzah menyatakan siap untuk memperkarakan semua kejanggalan tersebut.
“Kami siap menerima semua pengaduan berkaitan persoalan ini. Ini negara demokrasi, semua harus diselesaikan secara terbuka,” ujar Fachri.
Acara ini juga dihadiri oleh Kepala Bidang Mitra Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Zulkarnain, berlangsung cukup terbuka dan cukup antusias diikuti oleh peserta pria dan wanita.
Para peserta juga banyak yang bersimpati terhadap perkara yang sedang menimpa Ustaz Abubakar Ba’asyir karena dikaitkan dengan isu teroris yang menurut mereka penuh dengan rekayasa
Menurut Munarman, isu terorisme sengaja dipelihara untuk menutupi persoalan-persoalan yang terjadi di Indonesia.
“Persoalan terorisme memang sengaja tetap ada, agar dapat dimanfaatkan untuk mengalihkan isu dan mendapat dana dari luar negeri,” ungkap Munarman.
Selain itu, ia mengaku mendapatkan laporan dari Human Rights Abuses Worldwide yang menceritakan pengakuan Sekretaris Negara AS Collin Powel tentang sejumlah uang yang digelontorkan Amerika untuk kampanye antiterorisme.
“Collin mengumumkan 50 juta dolar diprogramkan untuk membantu kampanye melawan terorisme dan Kongres Amerika menyetujui 16 juta dolar diberikan kepada Polri,” tuturnya.
Pendapat ini juga dikuatkan oleh Mardigu, seorang pengamat terorisme, yang menganggap isu terorisme tidak pernah usai karena diciptakan seperti itu.
“Kami para pengamat terorisme mengetahui cara bagaimana terorisme dihentikan, tapi kenapa masalah terorisme tidak pernah kunjung berhenti?” ungkapnya.
”Mungkin kalau kami menjadi polisi, kami juga tidak akan pernah mampu menggunakan cara tersebut karena berbenturan dengan kepentingan orang-orang tertentu, ” tegas Mardigu. [bi/hidayatullah.com]