Hidayatullah.com–Sebuah patung tokoh pewayangan Arjuna Memanah yang identik sebagai simbol Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, di daerah Situ Wanayasa, Kamis, terbakar, dan patung yang terbuat dari bahan fiber itu disinyalir telah dibakar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab sekitar pukul 04:00 WIB.
“Petugas kami Aiptu Suhada dan Bripka Sarpudin mendapati patung telah terpapar api dan segera memadamkannya,” kata Kapolres Purwakarta AKBP Trunoyudo Wisnu dikutip Antara, Kamis, 11 Februari 2016.
Menurut dia, saat ini kasus pembakaran tersebut masih didalami oleh pihak Polres Purwakarta karena pengrusakan fasilitas bisa dimasukkan sebagai tindakan pidana.
Berdasarkan keterangan dari pihak Polres Purwakarta, pelaku disinyalir melakukan aksinya saat jalanan dalam kondisi sepi warga dan pengendara. “Kami masih mendalami kronologinya,” ujar dia.*
Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dalam akun twitternya @DediMulyadi71 mengatakan, kasus kebakaran ini dinilai disengaja sejak tahun 2011.
“Anugerah budaya dibalas dengan pembakaran patung Arjuna, kebencian terhadap patung wayang kini terus berlanjut,” tulis Dedi.
Menurut Dedi, kasus ini sudah terjadi sejak 2011. Sebelumnya, patung Semar, Dharmakusumah, Bima, Nakula dan Sadewa kini giliran Arjuna.
Tahun 2011, ratusan santri dan umat Islam di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, pernah menolak kota mereka dijadikan kota ‘berhala’ yang digagas Bupati Dedi Mulyadi. Penolakan dilakukan dengan melakukan aksi unjuk rasa ke kantor bupati di Jalan Gandanegara 25.
Para santri yang dimotori tokoh Forum Ulama Indonesia Purwakarta, Abdullah AS Joban dan Ridwan Syah Alam menolak kota santri itu menjadi “Kota Patung,”
“Dedi telah melukai hati umat Islam Purwakarta,” kata Joban dikutip Tempo kala itu.
Menurut Joban, membangun patung di mana-mana merupakan tindakan musyrik.
“Sewaktu Dedi membangun gapura dimana-mana kami diam, tapi, ketika patung dibangun dimana-mana, maka kami harus turun jalan,” kata Ridwan, salah seorang peserta demonstrasi.
Menurut Joban, Bupati Dedi sudah melakukan langkah-langkah kontroversial dan kontraproduktif sepanjang kariernya. Sejak jadi wakil bupati hingga sekarang menjadi bupati, perilakunya tak berubah. “Dia sudah berani menyamakan Al Qur’an dengan seruling, dan kini membuat banyak patung, padahal itu perbuatan musyrik,” kata Joban kala itu.*