Hidayatullah.com–Hingga kini para ulama masih pro dan kontra dalam hal memandang khitan perempuan. Sebagian menganggap wajib, ada yang mengatakan sunah, namun ada yang menempatkan sekadar kehormatan saja. Sementara Badan Kesehatan Dunia (WHO) justru melarang khitan perempuan karena dinilai bisa mempengaruhi sensitivitas maupun reproduksi serta kekerasan terhadap perempuan (female genital mutilation). Hal itu terungkap dalam seminar “Hukum Mengkhitan Perempuan dan Tata Caranya” yang diselenggarakan Pondok Pesantren Assalaam Bandung, Kamis (24/3).
Hadir menjadi narasumber: Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo,MA. (Anggota Komisi Fatwa MUI pusat), Prof. Dr.H. Kahdar Wiriadisastra (guru besar FK Unpad/Ahli Bedah RS.Hasan Sadikin), dan dr. H. Hany Ronosulistyo, Sp.OG (K),MM (Direktur RS Al Ihsan/Ahli Kandungan dan Kebidanan).
Menurut Huzaemah, khitan perempuan bisa dipandang sebagai perintah, karena ada sabda Nabi Muhammad meski ada sebagian ulama yang memandang hadits tentang khitan perempuan adalah dhaif. Tapi hadits itu diperkuat dengan hadits lain.
“Mazhab Syafii mewajibkan khitan perempuan layaknya khitan laki-laki dengan alasan kesucian kaum wanita,” jelasnya. Pakar fikih lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini menambahkan, mazhab Hambali dan Hanafi memandang khitan perempuan sebagai sunah. Sedangkan mazhab Maliki menyatakan khitan perempuan sebatas kehormatan (mukaromah).
“Sampai sekarang tidak ada ulama fikih yang mengharamkan atau melarang khitan perempuan,” imbuhnya. Dirinya lantas menjelaskan, melarang khitan perempuan dianggap melanggar HAM perempuan, karena menghalanginya untuk mengikuti ajaran syariat Islam dan menjaga kesucian serta kebersihan dalam memelihara kesehatan perempuan.
Batas dan Opini Sistematis
Huzaemah melanjutkan, walaupun sudah ada ketegasan dan kejelasan posisi khitan terhadap perempuan serta ketidakabsahan pelarangan khitan terhadap perempuan, tetapi masih ada upaya pembentukan opini yang sistematis di tengah masyarakat.
Mereka mengatakan bahwa khitan perempuan merupakan pelanggaran terhadap perempuan karena merusak alat reproduksi dan opini sejenis. Padahal sudah dijelaskan bagaimana batas dan caranya. Perbedaan dalam khitan laki-laki dan perempuan,hanya karena perbedaan anatominya masing-masing.
Sementara fatwa MUI tentang hukum pelarangan khitan terhadap perempuan adalah sebagai upaya perlindungi terhadap hak perempuan untuk mengikuti ajaran Islam, menjaga kebersihan, kesucian dan memelihara kesehatannya.
“Oleh sebab itu dalam fatwa MUI tersebut, diberikan penjelasan batas dan cara pelaksanaan khitan perempuan, untuk meneguhkan perlindungan terhadap haknya yaitu perlindungan dari dampak negatif yang ditimbulkan akibat tindakan berlebihan dalam praktek khitan perempuan yang menyebabkan dlarang,”paparnya.
Sementara itu usai acara, dr.H.Hany Rono kepada hidayatullah.com, menambahkan, meski hingga sekarang secara medis belum ada penelitian tentang manfaat khitan perempuan, namun hendaknya kaum Muslimah bisa saja memahami hal itu sebagai sunnah.
“Jika itu sunnah dari Rasulullah maka harus kita yakini bahwa dibalik sunnah itu pasti ada kemuliaan dan keridhoan-Nya,” himbaunya.
Meski demikian dirinya menyarankan jika perempuan akan melakukan khitan maka sebaiknya dilakukan oleh seorang dokter atau tenaga medis yang Muslim. Karena secara anatomi lebih rumit dari khitan laki-laki dan jika memerlukan tindakan medik maka yang berhak melakukan adalah tenaga medis.
“Bukan berarti tidak percaya pada para ustadzah atau kyai namun demikian aturannya,” saranya.
Untuk itu secara pribadi dirinya mengaharapkan ada klinik atau rumah sakit yang menyediakan jasa khitan perempuan yang ditangani tenaga professional dengan tarif yang terjangkau.
Menurutnya, lembaga semacam MUI bisa mengusulkan atau memediasi pihak-pihak rumah sakita atau klinik kesehatan untuk menyedian layanan yang masih langka tersebut. Sehingga kaum Muslimah tidak merasa kesulitan jika ingin melakukan haknya. Saat disinggung apakah rumah sakit yang dipimpinnya akan menyadiakan layanan tersebut guna memenuhi kebutuhan kaum Muslimah tersebut?.
“Nanti akan kita rapat dulu,mudah-mudahan,” ujar Hany.*