Hidayatullah.com–Kuasa Hukum Ustad Abubakar Ba’asyir mengatakan, keterangan saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum di luar disiplin ilmu psikologi, maka harus diabaikan.
“Pernyataan ahli bahwa pelatihan itu sebagai teror sudah melampaui kewenangan disiplin ilmunya. Saya kira kesaksian ini adalah kesaksian yang harus diabaikan,” cetus kuasa Hukum ustad Abubakar Ba’asyir, Achmad Michdan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta, Senin (11/4).
Menurut Michdan, saksi ahli mestinya melakukan diagnosis terlebih dahulu terhadap masyarakat yang dianggap terteror. Pemeriksaan itu juga mesti dilakukan secara langsung.
“Harus ada pemeriksaan terlebih dahulu orang per orang, baru bisa dikatakan kongret datanya,” imbuhnya.
Michdan menyatakan, analisa saksi ahli tidak tepat, karena psikologi seharusnya memeriksa orang per orang, sedangkan peristiwa pelatihan jauh dari masyarakat sehingga tak mungkin menimbulkan rasa takut.
“Pelatihannya saja di hutan, jauh dari masyarakat, bagaimaa bisa dinilai sebagai teror,” tukasnya.
“Padahal semua saksi yang dihadirkan menyatakan pelatihan di Aceh hanyalah I’dad (persiapan),” kata Tim Pembela Muslim ini persidangan ini.
Sebelumnya, Saksi Ahli, Sarlito Wirawan Sarwono, psikolog yang dihadirkan tim jaksa Penuntut Umum menerangkan bahwa pelatihan militer oleh sekelompok orang di pegunungan Jalin Jantho Aceh Besar pada awal tahun 2010 dinilai sebagai kegiatan terorisme. Pasalnya, aktivitas itu, mulai dari pelatihan hingga penyergapan para pelaku oleh polisi di berbagai daerah, telah membuat masyarakat luas merasa takut.
Menurutnya juga, dari segi hukum, pelatihan militer di Aceh tak dapat disebut terorisme. Menurut dia, para peserta pelatihan hanya dapat dikenakan UU Darurat mengenai kepemilikan senjata api.
Dari segi agama, kata Michdan, pelatihan militer di Aceh itu adalah i’dad (mempersiapkan kekuatan fisik dan senjata). “Semua saksi menyatakan, kegiatan pelatihan bersenjata di Aceh adalah i’dad yang ada di ajaran Islam. Itu bisa ditafsirkan bahwa umat Islam harus bersiap diri. Bukan untuk melakukan teror, tetapi untuk membela umat Islam yang akan dizalimi,” kata dia.
“Jadi, kalau pelatihan di Aceh dikatakan teror, salah kaprah,” tandasnya.
Sidang yang hanya dihadir kurang dari 10 orang pendukung Ustad Abubakar Ba’asyir, berlangsung singkat tidak seperti biasanya. Hal ini terjadi karena, JPU hanya menghadirkan 1 orang saksi Ahli. Sedangkan penjagaan di gedung pengadilan, masih sama seperti sebelumnya, sangat ketat dan didukung oleh ratusan aparat keamanan serta kendaraan lapis baja.*