Kontribusi Rokok Kurang dari 1%
Hidayatullah.cm–Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa haram untuk rokok. Fatwa itu kemudian menyulut kontroversi. Muhammadiyah dan MUI dituding tidak punya kepekaan sosial. Jika rokok diharamkan, bagaimana dengan nasib ratusan ribu buruk pabrik rokok? Bagaimana pula dengan dengan para petani tembakau? Inilah persoalan-persoalan yang mengemuka mengiringi fatwa rokok.
Jika logika itu dijadikan alasan untuk mereduksi pengharaman rokok, kita khawatir industri-industri haram akan bertebaran di bumi pertiwi.
Bayangkan, jika industri minuman keras, narkoba, dan lokalisasi berdiri di Indonesia dan berhasil menyerap jutaan tenaga kerja. Apakah kita lantas kemudian meringankan hukum minuman keras dan bisnis haram lainnya?
Pengambilan hukum harus didasari alasan yang benar. Karena ternyata tidak ada fakta, baik secara akademis atau empiris yang membuktikan bahwa pengendalian tembakau (rokok) mengakibatkan ‘kiamat ekonomi’ bagi suatu negeri. Bahkan perlu diketahui, industri rokok hanya menduduki peringkat 48 dari 66 sektor yang berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Bandingkan, misalnya dengan sektor jasa konstruksi yang berkontribusi 5,4% atau sektor pertambangan yang berkontribusi 4,6%. Ke depan, daya serap pabrik rokok bakal terus menurun. Itu seiring mekanisasi yang kini dilakukan industri rokok.
Maka sangatlah berlebihan jika menjadikan dampak ekonomi sebagai alasan untuk meringankan hukum rokok menjadi makruh atau mubah. Menurut Ketua Koalisi untuk Indonesia Sehat, Prof Dr Firman Lubis, keuntungan yang diperoleh industri rokok sekitar Rp 13 triliun, sementara kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp 42 triliun lebih. Kerugian itu dibayar lewat biaya kesehatan dalam APBN.
Anehnya, menyaksikan begitu banyak rakyat yang teracuni oleh rokok yang jahat itu, pemerintah hanya berdiam diri. Jangan menggadaikan kesehaan anak bangsa, hanya karena takut kehilangan cukai yang nilainya sama sekali tak sebanding dengan biaya kesehatan yang mesti ditanggung.*/Bambang S, dari buku “Merokok Haram”