Hidayatullah.com—Alasan terlalu banyaknya partai politik sebagai kambing hitam atas kekisruhan dan persoalan yang melilit anggota parlemen adalah sebuah peryataan yang sulit dipertanggungjawabkan. Padahal, kenyataannya justru yang banyak terlilit masalah adalah politisi yang berasal dari parpol besar. Karena itu, kesalahan jangan ditimpakan kepada parpol lain.
Pernyataan ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Bulan Bintang (PBB), BM Wibowo.
“Pernyataan ini sulit dipertanggungjawabkan, dan cenderung menyesatkan. Bila dirunut kasus-kasus yang memperburuk citra politisi bahkan hingga memunculkan antipati di masyarakat, “ ujarnya kepada hidayatullah.com.
Menurut Bowo, dengan membatasi jumlah parpol, harapan untuk memperbaiki kualitas parlemen semakin sulit diwujudkan, karena parpolnya itu-itu saja, sikapnya juga seragam. Semakin dibatasi, maka sumber dan bibit politisi yang lebih baik akan berkurang sehingga hasilnyapun akan semakin buruk.
“Ketimbang bertele-tele memperdebatkan angka ambang batas dengan alasan mengurangi kegaduhan politik tanpa ingin tereliminasi, lebih baik parpol di parlemen membahas solusi atas penerapan ambang batas itu, agar keragaman bangsa tetap dapat terwakili secara politik, “ ujarnya.
Menurutnya, ambang batas hanyalah salah satu sarana, yang memiliki pelengkap. Menerapkannya, harus disertai dengan perlengkapannya pula, seperti memberikan ruang bagi calon perseorangan/independen, memungkinkan gabungan parpol menjadi peserta pemilu, menggunakan skema penggabungan suara atau stembus accord, dan lain-lain. Perlengkapan itu digunakan di banyak negara yang menerapkan ambang batas demi menghindari hangusnya suara pemilih, sayang mengapa parlemen tidak membahasnya.
Penyederhanaan sistem pemerintahan, ujar Bowo, dapat dilakukan dengan membatasi jumlah fraksi hanya menjadi 2 kelompok besar, yaitu koalisi pemerintah dan koalisi oposisi. Berapapun jumlah parpolnya, apapun nama dan ideologinya, sikapnya tetap terbagi pada 2 kelompok ini.
“Kekisruhan justru bermula dari tiadanya desain koalisi yang jelas, karena semua ingin bermain-main dengan keadaan, kadang membela dan kadang melawan pemerintah. Apakah hiprokrisi seperti ini yang akan diwariskan reformasi?,” tanyanya.*