Hidayatullah.com— Usulan adanya sertifikasi ulama Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) sertifikasi ulama guna mencegah maraknya paham radikal di masyarakat, mulai melahirkan penentangan.
Harits Abu Ulya, Ketua Lajnah Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menilai, ide sertifikasi terhadap ulama akan hanya menunjukkan masyarakat kekalutan lembaga BNPT yang tak mampu meredam fenemona teror.
“Ini semacam kekalutan BNPT ketika menghadapi fenomena teror. Dan logika sertifikasi secara eksplisit sebenarnya justru telah menyudutkan Islam, seolah-olah dengan ajaran-ajaran jihad-nya biang munculnya teorisme,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Ahad (09/09/2012)
Harits yang juga pemerhati kontra-terorisme menilai BNPT tidak fair dan kurang obyektif melihat persoalan terorisme di Indonesia. Ia bahkan menyatakan, dalam praktiknya di lapangan, upaya deradikalisasi justru lebih banyak menyodorkan konsep Islam dengan paham liberal.
“Bagaimana bisa kemudian orang-orang yang muhlis menerima begitu saja ajaran seperti ini dan menerima sertifikat agar bisa ceramah dan mengisi pengajian. Apalagi nanti BNPT ngeles, sebenarnya peran mereka hanya fasilitator dan untuk memotong akar terorisme harus masyarakat luas yang melakukan. Ini kan sama saja mengadu domba, “ tambahnya.
Pria yang juga Direktur The Community Of Ideological Islamic Analys (CIIA) menilai BNPT dinilai belum menemukan resep yang efektif untuk mencegah “terorisme”, bahkan langkah dan staetemen nya selama ini dinilai ngawur yang berpotensi melahikan resistensi dari masyarakat luas yang sudah mulai sadar dengan drama terorisme.
“BNPT berusaha menggeser “perang” terhadap tindakan fisik kepada wilayah pemikiran dan konsep. Dan sebuah tindakan cerobah yang akan setback seperti zaman Orde Baru,” tambahnya.
Apalagi jika alasan itu digunakan hanya upaya “mengkriminalisasi-kan” pemikiran-pemikiran seseorang yang bersebrangan dengan kepentingan status quo, terutama pemikiran yang mengusung Islam.
Sebelumnya, dalam sebuah diskusi Sindoradio, bertajuk “Teror Tak Kunjung Padam” di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2012), Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris mengusulkan adanya sertifikasi terhadap ulama.
“Dengan sertifikasi, maka pemerintah negara tersebut dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi,” ujarnya.
Penentangan serupa juga datang dari Ketua Komisi Fatwa MUI Ma’ruf Amin. Menurut Kiai Ma’ruf, predikat ulama didapat dari pengakuan masyarakat, bukan pemerintah. Seseorang disebut ulama jika diakui masyarakat.
“Untuk apa sertifikasi seperti ini. Sertifikat ulama ini dari masyarakat, bukan dari pemerintah. Jadi, tidak perlu sertifikasi seperti itu,” jelasnya kepada Rakyat Merdeka Online, Sabtu, (08/09/2012).
Sementara itu, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab kepada itoday, mengatakan ide BNPT dinilai sudah kebablasan dan tidak paham kesucian agama Islam dan tidak tahu kemuliaan ulamanya.
“BNPT ingin memposisikan Islam dan ulamanya sebagai musuh, sehingga mereka ingin punya justifikasi dan legitimasi utk “mengerjai” Islam dan ulamanya,” ujarnya.*