Hidayatullah.com–Budaya di Laweyan, Solo, Jawa Tengah menjadi identitas komoditas ekonomi. Hal itu dikarenakan pengemasan seni, industri dan tradisi menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dari Laweyan. Laweyan pun kini menjadi kota tertua di Solo yang memiliki nilai jual budaya yang tinggi.
“Seni, industri dan sejarah kita kemas dalam satu budaya di Laweyan. Orang datang ke Laweyan kini tidak sekadar belanja batik, tapi juga belajar tentang sejarah dan budaya Laweyan,” kata Ketua Forum Pengembangan Batik Laweyan, Alpha Febela Priyatmono kepada hidayatullah.com di kediamannya Jumat (24/06/2011).
Meski demikian, kata dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta ini, budayanisasi yang dikembangkan masyarakat Laweyan tidak keluar dari konsep tokoh sejarahnya, Samanhudi, pendiri Serikat Dagang Islam (SDI).
“Samanhudi adalah figur sejarah Laweyan yang harus dijadikan benteng pengembangan budaya di sini,” tegasnya.
Ia menjelaskan, tolok ukur itu, lebih detilnya adalah Islam. Bila budaya itu tidak bertentangan dengan Islam, maka akan dilestarikan. “Kita tidak ingin membangun budaya yang diada-adakan dan bernuansa syirik,” ujarnya.
Hal itu ditegaskan Alpha demikian panggilan akrabnya karena biasanya, budaya yang dijadikan komoditas ekonomi sering dikemas dengan unsur syirik.
“Kita tidak mau yang demikian. Kita akan bentengi budaya Laweyan dengan konsep yang diwariskan Samanhudi, tokoh Laweyan yang dulu” katanya.*