Hidayatullah.com–Dalam berdakwah, para dai diingatkan agar tidak seperti pesepakbola yang melakukan gol bunuh diri. Bermaksud mendakwahi umat, tapi justru menjadi bumerang bagi dai dan agama Islam sendiri.
Himbauan ini disampaikan Ketua Persaudaraan Dai Indonesia (Pos Dai) Ustadz Shohibul Anwar dalam taklim bertema “10 Prinsip dalam Dakwah Berdasarkan Kaidah Ushul Fiqih”, di kantor PT Lentera Jaya Abadi, Polonia, Jakarta Timur, Selasa (12/2/2013).
“Jangan sampai kita berdakwah tapi –kalau dalam sepakbola– memasukkan bola ke gawang sendiri,” ujar Shohibul Anwar di depan para karyawan perusahaan yang membawahi Kelompok Media Hidayatullah (KMH) itu.
Dalam berdakwah, menurut Shohibul, bagaimana menyatukan antara hati manusia ini dengan hidayah Allah. Cara menyatukan ini harus dengan metode yang benar dan tepat.
“Tetapi ketika cara menyampaikannya tidak benar, bisa jadi bukan kitanya (saja) yang dibenci, tapi Islamnya juga dibenci,” kata Shohibul, menjelaskan maksud dari “gol bunuh diri” dalam dakwah.
Rasulullah Shallallahu ‘alahi Wassallam dalam perjalanan dakwahnya, kata Shohibul, umumnya mendapat rintangan oleh musuh-musuh Islam. Namun, kini banyak dai justru dimusuhi oleh umat Islam sendiri.
“Kalau dimusuhi oleh sesama Muslim, bisa jadi cara dakwahnya itu ada yang tidak betul,” imbuhnya.
“Supaya tetap bisa diterima, kita tidak boleh meninggalkan yang prinsip,” lanjutnya memberi solusi.
Shohibul menganjurkan para dai agar pandai memilah antara persoalan furu’ (cabang) dan persoalan ushul (prinsip) dalam agama. Jangan sampai persoalan furu’ disebut ushul atau sebaliknya.
Masih menurutnya, metode dakwah harus bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Namun, penggunaan dalil-dalil agama harus juga tepat dan disesuaikan dengan kondisi objek dakwah. Tidak terlalu ekstrim namun tidak terlalu toleran.
Alumnus Pascasarjana IAIN Surabaya ini mencontohkan dalam dinamika politik di Indonesia. Misalnya, ketika ada sebuah partai mendatangkan penyanyi dangdut dalam kampanye guna menggalang dukungan umat.
“Itu namanya bukan khilafiyah (perbedaan yang bisa dimaklumi, red), tapi maksiat,” tegasnya.
Baginya, seorang pendakwah harus memberi keteladanan kepada umat. Ketika pendakwah tidak mampu melakukannya, inilah yang disebut menjadi “gol bunuh diri”.*