Kemenkes Perlu Bersepakat dengan MUI soal Kemampuan Berhaji
di Madinah terdapat 84 orang jemaah haji yang menjalani cuci darah sehingga terpaksa dirujuk ke rumah sakit milik Pemerintah Kerajaan Arab Saudi
Jangan sampai terjadi, bersikeras berangkat tanpa kondisi kesehatan prima malah membuat sakit itu bertambah berat setibanya di Tanah Suci. Akibatnya, ibadah pun terganggu dan tidak bisa dilaksanakan secara maksimal
Hidayatullah.com–Kementerian Kesehatan perlu duduk dan berbicara dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ihwal kesehatan para calon jemaah haji. Kedua lembaga itu harus bersepakat tentang makna “istitho’ah” alias kemampuan dalam menjalankan ibadah haji. Sebab, haji bukan semata urusan kemampuan finansial tapi juga kesehatan.
“Jangan sampai terjadi, bersikeras berangkat tanpa kondisi kesehatan prima malah membuat sakit itu bertambah berat setibanya di Tanah Suci. Akibatnya, ibadah pun terganggu dan tidak bisa dilaksanakan secara maksimal,” ujar anggota Komisi VIII dari FPKS Ledia Hanifa Amaliah, Selasa, (05/03/2013), dikutip JurnalParlemen.
Menurut Ledia, niat orang untuk beribadah memang tak boleh dihalangi, tetapi memastikan setiap orang bisa beribadah secara maksimal salah satunya dengan kesehatan yang prima jelas juga penting.
Berkaca dari pelaksanaan haji tahun lalu, kata Ledia, banyak calon haji yang sakit di Tanah Suci. Sebagian di antaranya bahkan menderita sakit berat seperti kanker, jantung, tumor, dan diabetes. Bahkan di Madinah terdapat 84 orang jemaah haji yang menjalani cuci darah sehingga terpaksa dirujuk ke rumah sakit milik Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Guna mengantisipasi kejadian serupa, Ledia mengingatkan Kementerian Kesehatan untuk mendorong Puskesmas agar lebih proaktif melayani calon jemaah haji.
“Puskesmas sebagai ujung tombak penyelenggaraan kesehatan haji jangan hanya jadi petugas pemeriksa. Harus juga aktif memberikan penyuluhan tentang menjaga kesehatan,” kata anggota Tim Pengawas Penyelenggaraan Haji ini.*