Hidayatullah.com – Sidang Pleno I Muktamar NU ke-33 pemilihan Rois A’am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) dalam Muktamar ke-33 di Alun-alun Jombang berujung ricuh masih menemui jalan buntu.
Bahkan saat membahas Pasal 19 tentang mekanisme Ahlul Ahwa Wal ‘Aqdi (AHWA) situasi sidang mendadak “panas” dan berhujung pada keributan hingga sidang kembali diskors.
Awalnya Sidang Pleno I pembahasan dan pengesahan Tata Tertib (Tatib) lanjutan yang dimulai pukul 20.00, Ahad (02/08/2015) tadi malam membahas Pasal 16 berjalan tenang dan lancar.
Namun saat sampai pada pembahasan pasal 19, suasana mulai kembali memanas. Sebagian muktamirin menolak isi pasal tersebut yang menyatakan bahwa Rais ‘Aam dipilih melalui mekanisme AHWA.
“NU ini mempunyai landasan yakni AD/ART, jika kita tidak berpegang pada AD/ART berarti kita bukan orang NU,” ujar salah seorang muktamirin yang menolak sistem AHWA.
Sebagian muktamirin yang setuju AHWA berpendapat bahwa jama’ah NU harusnya taat dengan putusan para Kiai.
“Ini kan yang memutuskan para kiai, mereka adalah pemimpin yang harus kita ikuti. Kalau tidak mengikuti para kiai trus mau ikut siapa,” jelas salah satu peserta.
Namun ketegangan mencapai puncaknya saat peserta dari Kepulauan Riau mengungkapkan bahwa ia menemukan praktik money politic dan menuduh para Kiai sebagai dalangnya.
“Katanya mekanisme AHWA untuk menutup adanya politik uang. Tapi yang kami temukan ada oknum yang membawa amplop berisi uang untuk peserta Muktamar agar mendukung model AHWA, saya ada bukti dan saksinya,” jelas peserta perkawilan Kepri.
Sontak pernyataan itu membuat situasi tidak terkontrol. Pasukan BANSER berusaha mengamankan peserta perwakilan Kepri dan menyeretnya keluar arena sidang.
Alotnya pembahasan tata tertib pemilihan Rois A’am PBNU berujung ricuh hingga Senin (3/8/2015) dini hari. Sejumlah peserta sempat dikeluarkan paksa dari ruang sidang.
Salah satunya, seorang peserta muktamar dipaksa keluar setelah karena menyebut ada fakta politik uang, untuk meloloskan model musyawarah mufakat (Ahlul Halli Wal ‘Aqdi/AHWA) dalam pemilihan Rois A’am PBNU.
Pimpinan sidang Slamet Effendy Yusuf memutuskan untuk kembali menskors sidang.
“Situasinya tidak memungkinkan untuk dilanjutkan, kami pimpinan sidang telah berunding untuk menskors dan melaporkan ke pengawas Muktamar. Mari kita baca surat Al-Asri,” ucap Slamet.
“Sidang diskorsing sampai besok (Senin 3 Agustus 2015),” pungkas Slamet sembari mengetok palu.
Sebelumnya pada Ahad (02/08/2015) di hadapan wartawan, Andi Jamaro Dulung mengatakan bahwa ada dugaan kuat terjadi politik uang dalam gelaran Mukatamar kali ini.
“PBNU mengatakan AHWA diadakan untuk menghindari politik uang, justru AHWA jadi komoditas. PCNU yang menyetujui akan ditawari 15 sampai 25 juta per suara,” kata Mantan Ketua PBNU periode 1999 hingga 2010 ini.
Sampai Senin siang ini skor masih belum dicabut.*/Yahya G. Nasrullah