Hidayatullah.com–Wali kota Depok Nur Mahmudi Ismail secara resmi membuka acara Muharram Education Fair (MEF) gelaran Pondok Pesantren Hidayatullah (PPH) di Jalan Kalimulya, Cilodong, Depok, Jawa Barat. Dalam sambutannya, Wali kota mengapresiasi perkembangan pesantren tersebut.
“Kami atas nama Pemerintah Kota (Pemkot Depok) mengucapkan selamat dan terima kasih sekaligus kepada Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah, atas kiprah dan peranannya mendirikan dan membangun serta menyelenggarakan pendidikan di Kota Depok ini,” ujar Nur Mahmudi sebelum membuka acara di depan ratusan hadirin yang memenuhi Masjid Ummul Quraa, Sabtu, 28 Dzulhijjah 1434 H (2/11/2013), sekitar pukul 10.24 WIB.
Menurutnya, keberadaan PPH sangat berarti dan bermakna bagi keberlangsungan pembangunan di Depok. Sebab, pendidikan yang merupakan tugas wajib negara dapat pula dilaksanakan oleh pihak swasta seperti pesantren.
Nur Mahmudi pun berharap, PPH terus meningkatkan kapasitas pelayanan masyarakat yang dimiliki, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Saat ini, Menurut Wali kota, Depok mengalami kekurangan sarana pendidikan untuk tingkat SMP, SMA, atau yang sederajat.
“Maka penyelenggara pendidikan Hidayatullah, tinggal saya tanya, apakah kekurangan murid SMP, SMA? Kalau kekurangan murid, mari kita kerjasama. Kita diskusikan bersama-sama kode etik dan nilai-nilai yang diterapkan di Hidayatullah agar masyarakat Kota Depok semakin banyak yang mengikuti (PPH),” imbuhnya.
Nur Mahmudi tak luput menyampaikan kritikannya terhadap kondisi pesantren secara umum di Indonesia. Sering dia ketahui, pesantren-pesantren membina masyarakat bukan di sekitar kompleksnya. Melainkan orang-orang yang tinggal jauh dari pesantren.
“Ini kesempatan untuk lurahnya, dinas pendidikannya (daerah setempat), senantiasa harus mencoba untuk turut membantu mensosialisasikan kepada masyarakat setempat tentang pendidikan seperti (Hidayatullah) ini. Sangat disayangkan jika kita tidak mengambil kesempatan seperti ini,” katanya.
Menyinggung acara tersebut, Nur Mahmudi berpesan kepada hadirin untuk mengenang perjalanan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Termasuk dalam hal-hal kecil, semisal menghafal penanggalan Islam.
“Peristiwa Hijriyah ini harus dipahami, betapa beratnya bentuk gangguan yang dialami kanjeng Nabi dalam menjalankan risalah Allah,” imbuh pria kelahiran Kediri, Jawa Timur, 11 November 1961 ini.
Dengan adanya MEF tersebut, dia berharap para peserta terus merefleksikan semangat kenabian Muhammad dan para sahabatnya.
Saat ini, menurutnya, kondisi sarana dan prasarana lebih bagus dibanding pada zaman Nabi. Namun, apa yang mesti umat Islam lakukan saat ini, perlu didiskusikan, tandas mantan Presiden Partai Keadilan ini.*