Hidayatullah.com–Bertempat di café 3 in 1 Banda Aceh, Ahad 5 Januari 2014 kemarin, Kaukus Pemuda Aceh Peduli Parlemen menggelar diskusi tentang memperkuat parlemen dalam membangun Aceh (perspektif pemuda).
Dalam diskusi tersebut turut hadir sebagai pembicara, Zaini Djalil (NasDem), Royes Ruslan (Demokrat), Norman Hidayat (PKS), Fachrul Razi (PA), Rina Meutia (PNA), Tarmidinsyah Abubakar dari PAN dan Safaruddin (Gerindra).
Koordinator acara, Muhammad Fadhil Rahmi mengatakan acara diskusi merupakan inisiatif pemuda Aceh, dan bahkan biaya acara adalah dari swadaya anggota. Pihaknya juga menerima sumbangan dari siapapun, tapi tidak boleh lebih dari Rp. 200 ribu rupiah. Karena acara ini dari kita untuk kita.
“Ini merupakan salah satu kesepakatan kita bersama agar tidak ada yang mengklaim ini adalah kegiatannya, karena hakikatnya kegiatan ini adalah kegiatan milik bersama pemuda Aceh,” ujarnya.
Adapun yang menjadi moderator acara adalah Herri Maulizara HR, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Indonesia (PB HMI) Pusat. Dia mengatakan diskusi ini untuk mencari formulasi percepatan pembangunan daerah dengan tugas dan fungsi para caleg-caleg muda yang tepilih nantinya.
Zaini Djalil meminta agar pemuda harus kritisi parlemen jika mereka salah. Kerena menurutnya parlemen dan tujuan demokrasi harus diluruskan kembali oleh anak muda. Selain itu, dia juga mengomentari tentang dana aspirasi, ia mengatakan tidak ada hak anggota dewan untuk ambil dana aspirasi.
“Peran dewan adalah memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan memperjuangkan dana aspirasi,” ujarnya.
Sementara Royes Ruslan mengatakan tugas dewan kedepan akan lebih berat, karena tidak mudah melakukan perubahan, dikarenakan terbentur oleh aturan-aturan yang berlaku. Sehingga mulai dari sekrang caleg harus mempersiapkan diri untuk melakukan perubahan di parlemen nantinya.
Dia juga mengajak pemuda berperan aktif berpolitik, baik melaui partai atau organisasi masyarakat. Royes juga menanggapi tentang tuntutan pemuda untuk dikurangi gaji legislative, tapi harus melalui aturan yang berlaku.
“Kalau mau kurangi gaji legislatif, ubah lewat konstitusi dan perjuangkan,” sarannya.
Norman Hidayat lebih menyoroti tentang pentingnya pengkaderan di partai masing-masing, karena melalui kader partailah aspirasi terserap dan bisa menghasilkan kader berkualitas.
Dia juga menyoroti tentang dana aspirasi dewan harus lebih transparan, masyarakat harus tahu apa yang dibantu dan kepada siapa diberikan.
Sedangkan Fachrul Razi menyoroti tentang konstitutsi Negara Indonesia, karena banyak hal di Negara ini yang belum berpihak kepada rakyat kecil, sehingga dewan ke depan harus berani tanpil beda, termasuk berani merubah konstitusi yang lebih berpihak kepada rakyat, bukan berpihak kepada pemilik modal.
Rina Meutia mengajak pemuda Aceh untuk menggagas lembaga sipil untuk mengawal parlemen. Dia juga mengajak kepada masyarakat Aceh untuk memilih anggota dewan yang berkualitas.
Selain itu, Rina berasumsi bahwa sekitar 70 persen caleg di Aceh tidak paham fungsi dan tugas sebagai legislative.
“70 persen Caleg tidak bisa bedakan fungsi legislatif dengan eksekutif, buktinya adalah banyak yang berjanji bangun ini bangun itu.” ujarnya.
Safaruddin mengajak pemuda untuk mendorong sistim yang transparans dan akuntabel di parlemen, karena menurutnya yang paling penting adalah bagaimana menjaga transparansi.
Tarmidinsyah Abubakar mengatakan agar pemuda jangan hanya sekedar muda, tapi harus berkualitas, punya ide, gagasan dan mampu bersaing di kancah politik lokal dan nasional, serta harus mampu sebagai motor penggerak perubahan untuk pembangunan Aceh.
Menurut Tgk M. Fadhil Rahmi, Lc, saat menyimpulkan semua gagasan dan masukan dari para pemuda peserta dialog yang dihadiri oleh para pemuda perwakilan berbagai lintas OKP, di antaranya mereka meminta agar parlemen dibenahi.
Kualitas Anggota Parlemen
Para pemuda menilai parlemen hari ini kurang aspiratif dalam menjalankan fungsinya baik dalam hal pengawasan (controlling), legislasi, penganggaran (budgeting), baik tingkat kabupaten/ kota (DPRK), maupun parlemen tingkat Provinsi (DPRA).
Buktinya, menurut salah satu peserta, banyak proses penggaran di DPRA atau DPRK yang tidak pro rakyat, anggota legislator cenderung mewakili parpol mereka dan eksekutif, bukan mewakili aspirasi rakyat. Selain itu, para peserta peserta, juga meminta agar dana aspirasi dihilangkan, karena dinilai banyak bermasalah.
Para peserta juga menyorot banyak Caleg yang tidak berkualitas yang cenderung hanya ingin mencari kerja saja di parlemen, bukan untuk mewakili rakyat dan memperjuangkan aspirasi mereka.
Di akhir Acara, Budi Azhari, salah seorang anggota Kaukus Pemuda Aceh Peduli Parlemen mengatakan kepada para pemateri dan peserta bahwa diskusi ini akan diselenggarakan setiap dua minggu sekali, dan untuk minggu depan kaukus pemuda aceh menunjuk salah satu organisasi pemuda di Aceh sebagai penanggung jawab Acara, dan setiap dua minggu sekali akan digilir kepada organisasi pemuda yang ada di Aceh.*/Teuku Zulkhairi (Aceh)