Hidayatullah.com—Tindakan Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri (Densus 88) yang menembak mati 6 orang yang dinilai baru terduga pelaku terror dalam penggerebekan di Jalan KH Dewantara, Gang Haji Hasan, Kampung Sawah Dalam, Ciputat, Tanggerang Selatan, akhir Desember 2013 dinilai banyak kejanggalan.
Dalam sebuah pernyataan pers terbaru, Ahad (05/01/2014) Koordinator Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menemukan lima kejanggalan operasi Densus 88 ini.
“Kejanggalan tersebut berdasarkan hasil perbandingan antara temuan awal di lokasi dan pemberitaan di media massa,” ujar Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar, Ahad (05/1/2013) dalam keterangan persnya di Jakarta.
Inilah 5 kejanggalan versi KontraS;
Kejanggalan pertama, kata Haris, menurut informasi seorang warga yang enggan disebutkan namanya, ada beberapa orang yang diduga intel berkeliaran di sekitar lokasi dalam tiga bulan terakhir. Intensitas mereka meningkat sekitar satu minggu sebelum penggerebekan.
“Harusnya penggerebekan tidak menimbulkan korban jiwa jika mengingat informasi yang cukup banyak.”
Kejanggalan kedua, menurut Haris, kepolisian meminta warga meninggalkan rumahnya pada 31 Desember 2013. Hal ini disinyalir untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa dari pihak warga.
“Tindakan tersebut patut diduga sebagai mobilisasi terencana dari pihak kepolisian untuk menimbulkan korban jiwa dari pihak teroris,” ucap dia.
Kejanggalan ketiga, yakni penembakan terhadap Hidayat yang diduga sebagai pemimpin kelompok Ciputat ini. Di beberapa media massa, diberitakan terjadi baku tembak antara anggota Densus 88 AT dengan Hidayat. Tapi, kenyataannya Hidayat ditembak di kepala saat membonceng Irwan, seorang warga, tanpa ada perlawanan yang membahayakan Densus.
“Hidayat sudah diikuti oleh beberapa anggota Densus,” kata dia.
Kejanggalan Keempat, kata Haris, pernyataan dari kepolisian bahwa telah terjadi baku tembak selama beberapa jam di rumah terduga kasus terorisme. Menurut dia, kondisi rumah yang hanya berjarak tiga meter dari mushola, dan hanya dipisahkan oleh gang kecil dengan beberapa rumah di sebelahnya, tidak menunjukkan adanya baku tembak.
“Tapi, tidak ada bekas peluru di mushola ataupun rumah warga,” ujarnya. “Police line pun hanya dipasang pada rumah terduga teroris.”
Kejanggalan kelima, kata Haris, pernyataan anggota Komisi Polisi Nasional Syafriadi Cut Ali, yang menyatakan terduga melempar dua bom keluar. Tapi, ternyata tidak ada bekas ledakan bom di luar rumah.
“Juga tidak ada serpihan bom dan aparat yang terkena serpihan bom,” kata dia.*