Hidayatullah.com–Pakar Hukum Islam Universitas Indonesia (UI), Neng Djubaedah menyayangkan sikap kelima mahasiswanya yang menjadi penggugat Pasal 2 ayat 1, UU No 1 1974 tentang perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia mengaku tidak habis pikir, bagaimana bisa murid-muridnya mempermasalahkan Undang-Undang yang selama ini terbukti mengatur harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Dari materi Hukum Perdata Islam yang pernah kami sampaikan, kami tidak pernah mengajarkan hal seperti itu. Di dalam konstitusi kita-pun, tidak boleh. Mereka berpendapat, bebas menjalankan agama dan bebas tidak menjalankan agama. Tapi tidak seperti itu,” ujarnya kepada hidayatullah.com belum lama ini dengan nada prihatin.
UU Perkawinan, kata Anggota Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI Pusat ini, tidak berdiri sendiri. Eksistensi UU tersebut terkait dengan banyak UU lainnya. Merevisinya berarti ikut merubah sistem ketatanegaraan, seperti UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Lengkapnya, Pasal 49 (1) UU No.7 Tahun 1989 itu berbunyi, “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan, b. kewarisan, wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf, dan shadaqah.”
Begitu juga dengan PP No. 10 Tahun 1983/ PP No.45 Tahun 1990 tentang Ketentuan-Ketentuan Khusus Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS, khususnya Anggota TNI/POLRI. Kedua PP itu juga terancam mengalami perubahan.
Pasal 41 dan 44 Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga melarang tegas perkawinan berbeda agama.
“Bahkan, bagaimana dengan pasal 29 ayat 1 UUD 45 yang menyatakan: “Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa?”,”tukasnya ketika ditemui hidayatullah.com seusai pertemuan dengan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin pekan lalu.
Kelima penggugat, kata Neng, seolah mengartikan kebebasan beragama yang tercantum di Pasal 29 Ayat 2 sebagai bebas tidak menjalankan agama sesuai aturan yang ditentukan.
Neng mengaku sedih melihat aksi kelima murid-muridnya baik yang sudah menjadi alumni maupun masih aktif terdaftar sebagai mahasiswa UI.
Seperti diketahui, “Kelompok Tolak Pernikahan Beda Agama” menunjuk Neng sebagai salah satu Saksi Ahli untuk menghadapi sidang gugatan di MK.
“Tapi saat ini, saya sedang mengkaji gugatan sembari mengumpulkan buku-buku tentang Pancasila dan sejarah terbentuknya UU Perkawinan,”ucapnya tandasnya.*