Hidayatullah.com- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan bahwa ada beberapa hal yang berkenaan dengan keharaman dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan.
“Paling utama itu kita bisa lihat dari soal hukumnya, BPJS kesehatan sendiri hukumnya kita nyatakan tidak sesuai dengan hukum syariah,” kata Cholil saat dihubungi hidayatullah.com, Ahad (02/08/2015) pagi.
Karena itu, kata Cholil, dalam Ijtima’ Ulama ke-V di Tegal beberapa waktu yang lalu, MUI merekomendasi supaya dibentuk BPJS kesehatan yang sesuai dengan syariah.
“Alasannya apa? Pertama, karena di dalam BPJS ada jihalah (ketidaktahuan) orang-orang yang transaksi khususnya dari pihak nasabah (masyarakat) pada BPJS itu sendiri,” kata Cholil.
Kedua, lanjut Cholil, tidak tahu posisi akad BPJS itu apa, sebagai pengelola atau apa. Kalau akadnya sudah tidak jelas berarti jahalah itu berujung pada gharar.
“Kalau seperti saya (PNS), yang sudah punya askes lebih dulu terus tiba-tiba dipindahkan ke BPJS, itu saya nggak diberitahu. Nah, sekarang akadnya apa kalau dipindah ke BPJS? Pengelola meskipun itu milik negara tetapi itu kan badan hukum yang lain,” papar Cholil.
“Kalau sejarahnya bagi saya orang yang merasa terlindungi, BPJS itu kan untung-untungan saja,” imbuhnya.
Ketiga, lanjut Cholil lagi, bahwa aspek pengelolaan BPJS yang sekarang karena tidak syariah.
“Ketika diinvestasikan umpamanya ke deposito content. Nah, itu bagi kami haram. Kalau bagi yang di syariah kan nggak boleh diinvestasikan di tempat lain selain yang syariah,” jelas Cholil.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Maka, Cholil menegaskan –tidak hanya soal agama–, siapapun orangnya tidak berhak untukuk mengomentari, apalagi memberikan keputusan apabila tidak memiliki keahlian (tidak mempunyai kapasitas ilmu,red).
“Bukan tidak layak, memang itu tidak boleh. Karena itu membikin kerusakan bagi yang lain,” tegasnya sambil mengutip perkataan dari Mustofa al-Ghawalayin, “Kalau sesuatu ituh diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka akan rusak.”
“Ilmu apapun kalau bukan dari sumber ahlinya akan menghasilkan kerusakan-kerusakan,” pungkas Cholil.*