Hidayatullah.com– Islam Nusantara merupakan metodelogi dakwah untuk memahamkan dan menerapkan universalitas ajaran Islam sesuai dengan prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja).
Universalitas yang dimaksud adalah suatu model yang telah mengalami persentuhan dengan tradisi yang baik maupun tradisi yang telah mengalami proses dakwah amputasi, asimilasi, ataupun minimalisasi sehingga tidak bertentangan dengan syariat.
Demikian dikatakan Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Malang, Faris Khoirul Anam dalam forum diskusi bersama di Pesantren Ar-Rahmah Hidayatullah Malang, Sabtu (15/08/2015).
Faris menjelaskan secara ilmiah makna Islam Nusantara, agar istilah Islam Nusantara tidak menjadi ‘bola liar’ yang menggelinding tanpa arah dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
“Pro dan kontra munculnya gagasan Islam Nusantara karena lebih kepada belum dipahaminya makna istilah Islam Nusantara dari penggasnya yaitu Nahdhatul Ulama (NU) sehingga menyebabkan beragamnya penafsiran,” ujar Faris.
Faris membingkai istilah Islam Nusantara dalam “Mabadi ‘Asyra Islam Nusantara” atau sepuluh prinsip dasar Islam Nusantara. Melalui bingkai itu, ia menjelaskan makna, syarat-syarat maupun batasan-batasan Islam Nusantara supaya tidak muncul beragam penafsiran yang keliru terhadap gagasan Islam Nusantara.
“Secara sederhana gagasan Islam Nusantara berupaya untuk menyesuaikan khazanah Islam pada bagian ajaran yang dinamis (ijtihadiy) bukan bagian ajaran yang statis (qath’iy),” pungkas Faris.