Hidayatullah.com- Semakin ramainya perdebatan terkait keyakinan seperti radikalisme di media sosial (medsos) dan beberapa website memunculkan keresahan di kalangan generasi muda.
Sementara, menurut Direktur Eksekutif Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria, perdebatan-perdebatan yang seperti itu sebaiknya tidak perlu diributkan. Sebab, lanjutnya, justru seharusnya kita fokus dengan tantangan utama yang dihadapi bangsa ini mulai dari kemiskinan, penggangguran, karakter yang lemah, korupsi, serta daya saing bangsa yang rendah.
“Apalagi awal tahun 2016 ini Indonesia akan menghadapi pasar bebas (MEA),” ujar Hariqo dalam diskusi tentang radikalisme di media sosial di Gedung Pusat Pengembangan Islam Bogor (PPIB), Kota Bogor, Senin (21/12/2015).
Kendati demikian, menurut Hariqo isu radikalisme atas nama apapun dalam rangka usaha memecah belah antar anak bangsa harus tetap diwaspadai dan dilawan.
“Jangan sampai gara-gara sibuk mikirin keyakinan orang kita lupa kepentingan nasional,” kata Hariqo.
Hariqo Wibawa mengakui, pihaknya selama ini banyak menemukan fakta-fakta di media sosial yang menyerang keyakinan agama seperti Islam, Hindu, Kristen, Budha bahkan Konghucu. Di mana, penyerangan ini dilakukan oleh sekelompok orang tak bertanggung jawab dengan memanfaatkan akun twitter, Facebook, youtube, dan lain sebagainya. Bahkan, ada juga yang menggunakan akun nyata, maupun anonim.
“Ini maksudnya jelas adu domba, agar Indonesia tidak bisa fokus membangun peradaban. Ini haters Indonesia,” kata Hariqo.
Karenanya, untuk mencegah hal itu, alumnus Pondok Modern Gontor ini meminta generasi muda untuk berjiwa detektif di media sosial. Pasalnya, di media sosial minimal ada dua macam pengguna yakni pengguna biasa dan pengguna sekaligus peneliti.
“Bedanya sedikit saja, pengguna biasa itu semua informasi langsung di sebar. Sedangkan bagi pengguna berjiwa peneliti, informasi yang diterima pasti akan dicek dulu sumbernya, akun mana yang menyebar, lalu juga dicek isinya,” jelas Hariqo.
Hariqo melanjutkan, pengguna media sosial berjiwa detektif seperti ini harus semakin banyak jumlahnya, apalagi sekarang akses internet sudah mulai cepat di berbagai wilayah.
“Oleh karena itu tugas kita adalah memasukan sebanyak-banyaknya konten yang benar dan positif ke internet, kalau bisa berbahasa inggris,” pungkas Hariqo dalam presentasinya yang dihadiri oleh sekitar 250 peserta diskusi.*