Oleh: Yves Engler
KEBOHONGAN besar adalah sebuah propaganda yang biasanya dilakukan ketika memberitahukan kebenaran menjadi tidak menguntungkan bagi pihak Anda. Buntinya seperti ini: jangan pernah mengaku melakukan sesuatu yang salah dan sebaliknya, gambarkan pihakmu sebagai orang yang benar. Apa yang sebenarnya terjadi tidak relevan. Kuncinya adalah pengulangan. Lakukan itu sesering mungkin dan sekeras mungkin hingga kebanyakan orang percaya padamu!
Meskipun kebohongan besar kebanyakan bekerja sama dengan pemerintahan otoriter, penggunaan kebohongan itu sebenarnya cukup menyebar luas. Sebagai contohnya, mesia Montreal Gazette mempublikasikan sebuah halaman depan dari artikel yang menyebutkan bahwa para pelajar Yahudi di Universitas Concordia “merasa menjadi target sebuah kampanye kebencian.”
Disebutkan juga alasannya sederhana, sejauh yang penulis bisa beritahukan, karena banyak pelajar lain yang mendukung solidaritas untuk orang-orang Palestina.
Pada akhir November, kelompok pelajar Solidaritas untuk Hak Asasi orang-orang Palestina bekerja sama dengan BDS Week. Tanpa menyebut satu pun insiden rasisme yang sebenarnya terjadi, surat kabar tersebut melukiskan sebuah gambaran tentang rentetan diskusi yang digelar sebagai kebencian.
Wartawan Karen Seidman mencela itu sebagai “lingkungan permusuhan di dalam kampus” dan yang lain menuduh “para pembicara (dalam diskusi tersebut) menfitnah taktik Israel dan memuntahkan kebencian.”
Jadi mengapa ini disebut sebuah kebohongan besar?
Pertama, pihak yang baik digambarkan sebagai korban dari “kebencian” tanpa adanya bukti yang diberikan kecuali sikap kritis atas negara Israel menyebabkan perasaan orang Israel terluka. Kedua, dan yang paling penting, artikel dengan penuh kegembiraan menolak segala latar belakang sejarah yang akan membuktikan konteks sebenarnya atas apa yang mereka lakukan.
Kebohongan besar itu bahkan tidak mendapat komentar apapun dari pendukung BDS manapun. Wartawan itu menulis bahwa Karen Seidman mencoba dan gagal untuk mendapat komentar dari penyelenggara diskusi, tetapi itu mungkin menjadi diluar batas kemampuan Karen untuk mendapat suara alternatif pro –BDS.
Zionis Donor
Dan selain menggambarkan sebuah kesopanan even solidaritas sebagai kebencian, wartawan juga menolak bagaimana institute Concordia yang dengan baik dibiayai, telah ikut serta pada sebuah upaya untuk menghapus Palestina dari ingatan sejarah.
Pada 2011, miliyader David Azrieli memberi Concordia 5juta dollar untuk mendirikan Institut Azrieli untuk studi Israel.
Institut tersebut telah mendirikan program S1 untuk studi Israel di sebuah universitas Kanada.
Ini bukannya tidak berkepentingan, sebuah donasi politik. Azrieli, seorang real estate terkemuka Israel-Kanada yang meninggal pada tahun lalu, adalah seorang pembela setia Israel. Dia tidak menyembunyikan hubungannya dengan Zionis-Israel, dengan bahagia menyatakan bahwa “Saya seorang Zionis dan Saya mencintai negara itu.”
Selama Pembantaian Nakba, pembantaian etnis Palestina di tahun 1948, dia adalah seorang petugas Brigade Anglo-Saxon dari Haganah, sebuah pasukan militer Zionis. Dipimpin oleh Mayor Ben Dunkelman, seorang Kanada veteran Perang Dunia II, Brigade Ketujuh yang berperan dalam memimpin Operasi Hiram.
Lusinan desa di utara Palestina dibumihanguskan dan dihancurkan pada serangan tersebut.
Operasi itu, dimulai pada Oktober 1948, termasuk beberapa pembantaian penduduk Palestina.
Sebanyak 94 orang Palestina dibantai di Desa Saliha. Seorang petugas Yayasan Dana Nasional Yahudi, Yosef Nahmani, menyebutkan di diari nya bahwa antara 50-60 petani di Safsaf telah dibantai dan dikubur di sebuah lubang setelah penduduk desa “mengibarkan bendera putih.”
Pada bukunya Pembantaian Etnik Palestina (The Ethnic Cleansing of Palestine), pakar sejarah Israel Ilan Pappe menyebutkan bahwa beberapa nama brigade muncul pada testimoni lisan yang telah berkumpul untuk mendiskusikan tentang Pembantaian Nakba: “Bagaimanapun, Brigade Tujuh (Brigade Seven) disebutkan berulang-ulang, bersamaan dengan kata sifat ‘teroris’ dan ‘kejam’.
Sejak dibuka di Concordia, Institut Azrieli telah membuktikan pembelaan kerasnya untuk Israel di kampus.
Pada Juni, institut tersebut menjadi tuan rumah bagi konferensi tahunan Asosiasi untuk Studi Israel.
Setelah menghadiri konferensi tersebut, anggota sayap kanan institusi pendidikan Israel Gerald Steinberg menggambarkan 5 juta dollar uang donasi Azrieli sebagai bagian dari “serangan balik” pada aktivisme pro-Palestina di Concordia.
Institut Azrieli secara luas dirancang untuk menghapus Palestina dari hubungan sejarah mereka pada tanah air mereka. Websitenya bahkan salah menyebut kata Palestina.
Di dalam sebuah surat yang dikirim pada Desember 2014 untuk Surat Montreal Gazette, Nakina Stratos menyebutkan: “Browsing melalui website Institut Azrieli untuk Studi Israel. Saya tidak dapat menemukan kata ‘Palestina’ atau ‘Penduduk Palestina.’ Bagaimana bisa sebuah institut yang mengajarkan tentang sejarah Israel tidak menyebutkan Palestina di websitenya? Pemotongan ini, bagi saya, jauh dari kebenaran tentang kisah Israel, yang ini adalah sebuah pengambil alihan total sejarah Palestina, dan sebuah upaya untuk menghapus konsep Palestina dari kamus Timur Tengah.”
Tapi daripada menelisik bagaimana para pelajar Palestina rasakan tentang sebuah universitas kaya yang menghapus keberadaan dan eksistensi mereka, wartawan pendidikan Koran itu malah memilih untuk fokus pada perlakuan rasis yang dilakukan oleh mereka yang akan melakukan penghapusan sejarah.
Pelaku penindasan dan pendukung mereka malah menjadi korban. Mereka yang mendukung tertindas digambarkan sebagai penindas.
Itu cara kebohongan besar bekerja.*
Yves Engles adalah penulis “Canada in Afrika” dan “Canada and Israel: Building Apartheid”. Website miliknya yvesengler.com. Tulisan diambil dari The Electronic Intifada. Diterjemahkan Nashirul Haq AR