Hidayatullah.com– Lima santri Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Huda, Boyolali, Jawa Tengah, meninggal dunia setelah tenggelam di saluran irigasi, Rabu, 10 Rabiuts Tsani 1437 (20/01/2016).
Pihak Ponpes yang mengkonfirmasi kebenaran berita itu mendoakan agar kelima santrinya berpulang dalam kondisi syahid.
“Ya, Pak, benar mereka meninggal dalam keadaan tholabul ilmi (menuntut ilmu. Red), insya Allah syahid,” ujar Kepala Unit Kulliyatul Mu’alimin (KMI) al Wustho, Muhammad Syakir saat dihubungi hidayatullah.com, Jumat (22/01/2016) malam.
Kelima santri yang duduk di kelas 2 KMI (setingkat SMP) itu adalah Muhammad Riza (14) asal Semanggi, Surakarta; Muhammad Khoirullah (14) asal Grenjeng, Trosobo, Sambi, Boyolali; Hafidzurrahman Muhammad Al Jundi (14) asal Nguter, Sukoharjo; Abdurrofi’ Hafidz Imaduddin (14) asal Gumuk rejo, Kedung Lengkong, Simo, Boyolali; dan Mus’ab Saifudin (14) asal Gamping, Bayat, Klaten.
Dalam keterangan resminya, Ponpes Miftahul Huda menjelaskan kronologinya. Musibah itu terjadi sekitar pukul 14.00 WIB. Berawal ketika 50 santri selesai mengikuti kegiatan kepanduan. Lokasinya tidak jauh dari ponpes yang terletak di Desa Senting, Kecamatan Sambi ini.
Sebanyak 10 santri pun berjalan melalui tepian saluran irigasi dengan bergandengan tangan. Tahu-tahu, seorang di antara mereka terpeleset, sehingga 9 santri lainnya ikut terseret masuk ke dalam bak kontrol irigasi.
“Pengelola Pondok Pesantren dibantu warga setempat berusaha melakukan tindakan penyelamatan. Lima di antaranya dapat ditolong, sedangkan lima santri yang lain terjebak di dalam pusaran air bak kontrol irigasi,” terangnya.
Upaya penyelamatan pun terus dilakukan hingga semua santri ditemukan. Setelah berhasil diangkat, kelimanya segera dilarikan ke RSI Banyubening, Ngargorejo, Ngemplak, Boyolali.
Dari hasil visum, terangnya, pihak RSI menyatakan kelima santri itu tidak terselamatkan.
Diyakini Syahid
Syakir, mewakili ponpes, meminta doa agar pihaknya dan keluarga korban yang ditinggalkan, diberikan kesabaran dan kekuatan oleh Allah. Musibah itu diharapkan menjadi pelajaran bagi para pengurus ponpes.
Ia mengaku, pihaknya merasa begitu berat mendapati ujian itu. Tapi ia meyakini, para korban meninggal dalam kondisi yang baik (husnul khatimah). Karena, terangnya, selain dalam keadaan tenggelam, mereka meninggal dengan status sebagai penuntut ilmu.
Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu, Syakir mengutip arti sebuah hadits riwayat Turmudzi, maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang.
Syakir pun menyebutkan hadits lain mengenai kesyahidan, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud nomor 3111.
Dalam riwayat itu, terangnya, Rasulullah bersabda: “Mati syahid selain yang terbunuh di jalan Allah, ada tujuh; mati karena penyakit tha’un (lepra) syahid, mati karena tenggelam syahid, mati karena sakit tulang rusuk syahid, mati karena sakit di dalam perut syahid, mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa bangunan (benturan keras) syahid, dan wanita yang mati karena mengandung (atau melahirkan) syahid”.
Dikatakan, keluarga di antara korban itu, Riza, telah mengikhlaskan kepergian santri itu. Keluarga yakin Riza mati syahid karena sedang menuntut ilmu dan berada di lingkungan orang-orang baik.
Para korban telah dimakamkan di tempat asal masing-masing. “Semua keluarga menerima dan mengikhlaskan,” pungkasnya. [Baca: Lilitkan Badan Di Galon, Santri Hidayatullah Aceh Hampir Tenggelam Untuk Selamatkan Al-Quran]*