Hidayatullah.com – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Siane Indriyani mengaku heran dengan adanya sejumlah uang yang beredar dalam kasus Siyono. Dirinya mempertanyakan transparansi dan pertanggungjawaban uang tersebut.
Uang yang dimaksud adalah 2 gepok yang diterima oleh Suratmi, istri almarhum Siyono, 1,5 juta yang diterima ayah Siyono, termasuk yang diduga beredar di rapat perangkat Desa Pogung.
“Rapat-rapat kemarin juga ada uang yang beredar. Sebetulnya kita juga mempertanyakan dari mana asal uang-uang tersebut, apakah ada pertanggungjawabannya,” ujarnya di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (30/03/2016).
Karena, kata Siane, seperti saat Suratmi menerima uang dari seorang perempuan yang diduga Polwan ketika berada di Jakarta, tidak ada kuitansi atau bukti yang menjelaskan bahwa uang tersebut adalah kompensasi resmi dari kepolisian.
Sementara itu, Prof. Hafid Abbas, Komisioner Komnas HAM bidang Subkomisi Mediasi menegaskan, setiap institusi negara yang keberadaannya didirikan dan dibentuk oleh negara, serta menggunakan anggaran negara yang berasal dari pajak rakyat, baik misalnya Densus 88, BNPT maupun Komnas HAM, harus mempertanggungjawabkan anggaran tersebut.
“Jadi tidak boleh ada satu rupiah pun yang tidak dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Prof. Hafid juga turut mempertanyakan, dengan telah jatuhnya korban 121 terduga yang tewas, bagiamana pembiayaan yang diberikan oleh negara, seperti apa penggunaannya.
Sebelum ini, upaya istri terduga kasus terorisme Siyono, Suratmi, menguak keganjilan kematian suaminya berlanjut. Suratmi membolehkan otopsi terhadap jasad suaminya meski ada upanya menghalang-halangi dari kelompok-kelompok tertentu.
Suratmi bahkan menyerahkan dua gepok uang kepada salah satu Pengurus Pusat Muammadiyah, Busyro Muqoddas Selasa 29 Maret 2016, senilai Rp 200 juta agar ikhlas atas kematian suaminya.*