Hidayatullah.com– Masyarakat sipil menyesalkan terus berlanjutnya kriminalisasi dengan pasal karet “pencemaran nama baik” terhadap warga yang mengutarakan pendapatnya melalui internet.
Program Manager Yayasan SatuDunia, Anwari Natari menjelaskan, pasal karet yang dimaksud adalah Pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang pencemaran nama baik.
“Setelah (UU ITE menyasar) aktivis KontraS Haris Azhar, kini giliran aktivis Walhi yang menentang reklamasi Teluk Benoa (disasar),” ujarnya mencontohkan pada diskusi di Bakoel Kofie, Cikini, Jakarta, Kamis (18/08/2016).
Anwari mengungkapkan bahwa salah satu kepentingan dibuatnya UU ITE pada 2008 silam adalah untuk ranah horizontal, yang mengantisipasi adanya gesekan sosial.
“Tapi kenyataannya sekarang justru UU ITE digunakan bagi kelompok yang powerfull (berkuasa) versus powerless (tak berdaya),” paparnya seraya menyesalkannya.
Ia menganggap hal itu dapat menyandera kebebasan berpendapat. Anwari berharap agar tidak ada yang sembarangan menjerat orang atau pihak lain dengan UU ITE.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, unsur dari Pasal 27 ayat 3 cenderung multitafsir.
“Banyak dan rentan disalahgunakan. Lentur sekali,” katanya.
Supriyadi juga mengaku kecewa dengan tidak dibahasnya Pasal 27 ayat 3 dalam draft Revisi UU ITE yang diserahkan pemerintah kepada DPR.
“Yang dibahas hanya soal hukuman dari 6 menjadi 4 tahun, padahal mau berapa tahun pun dari awal pasal ini sudah bermasalah,” pungkasnya. Revisi UU ITE saat ini sedang dibahas di Komisi I DPR RI.*