Hidayatullah.com–Juru Bicara kuasa hukum pemohon uji materil pasal 284, 285 dan 292 KUHP, Feizal Syahmenan mengatakan, pihaknya menegaskan bahwa apa yang ditempuh pemohon di Mahkamah Konstitusi (MK) bukanlah sidang terhadap kaum Lesbian, Homoseksual, Biseksual dan Transgender (LGBT).
“Jadi satu hal yang sangat penting bahwa selama ini terjadi missleading di media kalau ini adalah sidang terhadap LGBT di Indonesia, saya tegaskan bukan, kita tidak sedang menghakimi LGBT,” ujarnya kepada Hidayatullah.com di Jakarta belum lama ini.
Feizal menjelaskan, apa yang dilakukan oleh pemohon adalah dalam rangka menguji 3 (tiga) pasal undang-undang buatan Belanda yang dianggap sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia saat ini.
“Kita sedang menguji apakah 3 pasal buatan kolonial yang diberlakukan di negeri ini sesuai dengan konstitusi kita,” katanya meluruskan.
Ia menambahkan, proses pengajuan judicial review ke MK merupakan langkah yang wajar dan sesuai dengan undang-undang.
“Sekarang kita sudah merdeka dan punya konstitusi, dan kita punya MK, tempat dimana untuk menguji setiap hukum yang berlaku di Indonesia apakah sesuai atau tidak dengan konstitusi,” terang Feizal.
Namun, ia mengungkapkan, pihaknya menilai akan lebih baik efeknya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara serta akan lebih sesuai dengan konstitusi jika hakim MK mengabulkan pemrmohonan pemohon.
Menurtnya, sepanjang masih berlakunya KUHP jaman kolonial, maka nilai-nilai yang berlaku adalah nilai pemerintah penjajah Belanda, bukan nilai-nilai kebangsaan Indonesia.
“Kalaupun hakim mengabulkan tentu ada pertimbangan lain, misalnya sejauhmana dikabulkannya. Kita hanya berusaha buktikan apa yang disampaikan dalam permohonan tersebut,” pungkas Feizal.
Sebelumnya, Aliansi Cinta Keluarga (AILA) bersama 12 pemohon lainnya melakukan uji materil terhadap pasal 284, 285 dan 292 KUHP tentang perzinaan, perkosaan, dan perbuatan cabul sesama jenis dalam sidang perkara bernomor 46/PUU-XIV/2016.*