Hidayatullah.com– Aliansi Mahasiswa Indonesia Menggugat menilai, tatanan demokrasi di Indonesia rapuh. Demokrasi di negeri ini dianggap hanya demokrasi prosedural semata, sedang secara substansial masih sebatas mimpi.
Bagaimana tidak, kebebasan yang, menurutnya, menjadi substansi demokrasi justru dipasung. Sebagai contoh, aksi represif oknum aparat kepolisian di Kota Ambon, Kamis (20/10/2016).
Aliansi menilai, kejadian itu mencederai konstitusi dan menodai demokrasi. Aksi represif oknum aparat menegaskan bahwa reformasi belum terwujud sepenuhnya di Republik Indonesia.
“Faktanya Orde Baru jilid II,” ungkap aliansi tersebut dalam siaran persnya diterima hidayatullah.com, Ahad (23/10/2016).
Pada kasus di Ambon itu, tuturnya, mahasiswa tidak diizinkan untuk berdemonstrasi. Tak hanya itu, mahasiswa yang nekat melakukan aksi malah disikapi dengan tindakan represif oknum aparat.
Aparat yang seharusnya mengayomi masyarakat, menurutnya, malah bersikap brutal layaknya preman berseragam. Seruan aksi mahasiswa disikapi dengan langkah represif, cenderung mengarah pada tindak penganiayaan.
“Polres Kota Ambon tidak mengizinkan aksi di DPRD Provinsi, dengan alasan administratif. Padahal mahasiswa telah mengikuti prosedur administrasi, bahkan perubahan titik aksi juga dikonfirmasikan,” ungkapnya.
Namun pada saat aksi di depan DPRD Provinsi, Kamis (20/10/2016) itu, ungkapnya, aparat berusaha membubarkan aksi.
Hingga akhirnya terjadilah bentrok antara aparat kepolisian dengan mahasiswa Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Bentrokan ini, ungkapnya, mengakibatkan jatuhnya korban dari pihak mahasiswa.
“Bahkan Ketua KAMMI Ambon (Asrul S. Kaisuku. Red) diseret layaknya binatang,” ungkap aliansi itu dalam rilis yang disampaikan melalui Humas PP KAMMI.
Contoh kasus lainnya, di Jakarta, Kamis (20/10/2016), mahasiswa dari berbagai organisasi, yang tergabung dalam aliansi itu, tidak diperbolehkan menyuarakan aspirasi tepat di depan Istana Negara.
“Di beberapa daerah, mahasiswa bahkan dilarang untuk menyuarakan aspirasi dalam bentuk aksi demonstrasi,” ungkapnya.
Desak Kapolres Dicopot
Aliansi itu menyatakan, hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum dilindungi oleh konstitusi. Yakni, jelasnya, dalam Pasal 28E UUD 1945, dan diatur dalam UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Atas dasar itu, aliansi ini menyatakan sejumlah sikap. Pertama, mengecam tindakan represif oknum aparat kepolisian di saat aksi mahasiswa di seluruh daerah di Indonesia.
Kedua, menuntut agar aparat kepolisian Kota Ambon yang bertindak represif diberhentikan secara tidak terhormat dan diberikan sanksi pidana seberat-beratnya.
“Ketiga, copot Kapolres Pulau Ambon!” serunya.
Aliansi Mahasiswa Indonesia Menggugat dihimpun oleh PP KAMMI, DPP IMM, PB HMI, PB PMII, PP PMKRI, PP GMKI, PP KMHDI, PP HIKMAHBUDHI, EN-LMND, dan PB PII.*