Hidayatullah.com — Di era reformasi, dakwah dapat disajikan dengan bebas. Namun di sisi lain kemungkaran juga berlangsung dengan bebas. Semestinya jika dakwah telah dilakukan, maka idealnya kemungkaran akan menjadi minimal bahkan tidak ada. Hal ini mengindikasikan ketidakberhasilan dakwah. Penyebanya tidak lain karena telah bergesernya niat.
Pernyataan ini disampaikan Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Ustadz Syuhada Bahri pada Pelatihan Kader Senior Partai Bulan Bintang se-Sumatera Jumat (28/10/2011) malam di Pekanbaru.
”Ada tangan-tangan yang merusak dakwah. Bergesernya nawaitu dakwah dari spritualistis ke materialis,” ujar Syuhada Bahri.
Ia mencontohkan, betapa dahsyatnya pengaruh materialistis ini. Suatu ketika ia diundang ceramah ke Bengkalis, salah satu kabupaten di Riau. Ternyata keberadaanya di sana sebagai pengganti dari salah seorang ustad terkenal dari Jakarta. Panitia setempat tidak sanggup menyediakan fasilitas yang diminta sang ustad terkenal itu.
”Cerita ini saya dapatkan belakangan setelah selesai ceramah,” katanya.
Diceritakan, sebenarnya jauh-jauh hari sudah ada kesepakatan antara sang ustad dengan panitia, termasuk soal honor bagi sang ustadz, honor bagi pendampingnya dan fasilitas tempat menginap. Namun beberapa hari menjelang hari ”H”, sang ustad meminta panitia menyiapkan helikopter untuk transportasi dari Pekanbaru ke Bengkalis Pulang Pergi. Alasan sang ustad, dia tidak bisa naik speedboat (dari Pekanbaru ke Bengkalis biasa dilakukan dengan speedboat, red), takut muntah. jadi minta disiapkan helikopter.
”Nawaitu dakwahnya salah,” tegas Ustadz Syuhada prihatin.
Menurutnya, selain nawaitu yang salah tersebut, ketidakberhasilan dakwah disebabkan pula oleh pudarnya materi dakwah.
”Materi yang disampaikan mestinya al-haq, bukan yang dianggap al-haq,” ujarnya. Al-haq itu datang dari Allah, sementara itu yang dianggap al-haq berasal dari pengalaman spritual.
Ustadz Syuhada mengemukakan, penyebab ketiga gagalnya dakwah adalah pudarnya keseriusan dalam berdakwah. Keseriusan berdakwah dibangun dengan dua hal pertama kerja keras, kedua kerja cerdas. ”Sekarang ini para muballigh sudah kerja keras, jadwalnya penuh, bahkan untuk sakit saja tak sempat,” katanya setengah berkelakar disambut tawa peserta pelatihan.
Kerja cerdas dalam dakwah dilakukan dengan perencanaan, kurikulum dan silabus. Menurutnya DDII telah memulai ini dakwah bersilabus ini, misalnya khutbah Jumat bersilabi. Pada Jumat pertama materi Aqidah, Jumat kedua Syariah, Jumat Ketiga Akhlak, Jumat keempat Siroh dan Jumat Kelima (jika ada) materi khutbah adalah persoalan terkini.
Menurutnya, dakwah berkurikulum mesti dilakukan agar jamaah semakin bertambah ilmunya.
Dalam materi pelatihan bertajuk ”Problematika Dakwah” itu, Ustad Syuhada mengingat para da’i untuk meningkatkan kualitas spiritual dan intelektual. */idris
Keterangan foto: Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Ustadz Syuhada Bahri pada Pelatihan Kader Senior Partai Bulan Bintang se-Sumatera