Hidayatullah.com– Para sejarawan membuktikan, etnis Tionghoa juga memiliki peran yang signifikan dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Namun sayangnya, kini kembali muncul kesan bahwa masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah “orang lain”, sehingga kerap muncul jarak antara Islam dan Tionghoa.
Bahasan tersebut menjadi perbincangan dalam acara Bedah Buku Rumah Bagi Muslim, Indonesia, dan Keturunan Tionghoa yang digelar Yayasan Haji Karim Oei (YHKO) dan Dompet Dhuafa di Philanthropy Building, Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Penyunting buku tersebut, Bambang Wiwoho mengatakan, Rumah Bagi Muslim, Indonesia, dan Keturunan Tionghoa berisi tentang kumpulan sejarah perjuangan YHKO dan Masjid Lautze, dari awal berdiri sampai saat sekarang.
Bambang menyebutkan, berdirinya YHKO bertujuan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa melalui pembauran sosial, ekonomi, dan agama. [Baca juga: Etnis Tionghoa Berperan Signifikan Menyebarkan Islam di Indonesia]
Menguatkan Pribumi
Para pendiri YHKO, terangnya, meyakini, bahwa memperkuat kehidupan sosial ekonomi masyarakat pribumi, juga harus dilaksanakan secara sistematis dan keberpihakan yang nyata. Kuat tapi juga sehat.
“Karena pembauran baru berjalan kalau pribuminya kuat. Kalau pribumi kuat maka tidak ada kecemburuan,” ujar Bambang.
Sayangnya, kata dia, sentimen antara pribumi dan non-pribumi, terutama dengan etnis Tionghoa, akhir-akhir ini kembali meruncing.
Bambang menjelaskan, hal itu dikarenakan adanya dominasi dan kesenjangan yang kian melebar.
“Memprihatinkan, karena yang menikmati dan menguasai ekonomi serta sumber daya alam adalah orang yang dicirikan disebut ‘asing’ dan ‘aseng’, yang secara kebetulan dalam keyakinan beragama juga banyak berbeda dengan mayoritas penduduk Indonesia,” paparnya.
Untuk itulah, sambungnya, Pengurus YHKO berusaha memberikan sumbangsihnya untuk meredam gesekan antara Islam dan Tionghoa, (di antaranya) dengan menerbitkan buku tersebut.
“Sekaligus mensyukuri ulang tahun YHKO yang ke-25 pada 2016 ini,” pungkasnya.
Turut hadir pada kegiatan itu, Ridwan Saidi (budayawan Betawi), Helmi Yafie mewakili ayahnya Prof. KH. Ali Yafie (mantan Ketua MUI sekaligus Pembina YHKO), dan Marzuki Usman (pengamat ekonomi). [Baca juga: Ridwan Saidi: Pejabat Pemicu SARA Sadar Diri, Jangan Salahkan Mayoritas]*