Hidayatullah.com – Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menggelar standardisasi dai pada Senin (30/06/2025) di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat.
Kegiatan yang sudah ke-40 kalinya ini menjadi bagian dari rangkaian program yang secara konsisten dilaksanakan selama kepengurusan MUI yang akan segera berakhir menjelang Musyawarah Nasional (Munas), jelas Ketua Komisi Dakwah MUI KH Ahmad Zubaidi dikutip laman resmi MUI.
Pria yang juga merupakan Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) itu mengungkapkan bahwa standardisasi dai akan terus dijalankan oleh Komisi Dakwah MUI hingga periode berakhir.
“Sebelum nafas berakhir, kami akan tetap melaksanakan kegiatan ini, karena standardisasi sangat penting bagi kita semua,” kata Kiai Zubaidi.
Menurut Kiai Zubaidi ada tiga poin utama yang ditekankan dalam standardisasi dai MUI.
Yang pertama adalah keilmuan agama yang layak. Para dai dan daiyah, imbuh Kiai Zubaidi, harus memiliki keilmuan dasar agama yang memadai hingga mampu menyampaikan dakwah dengan pemahaman yang benar.
Para dai diharapkan hanya menyampaikan materi sesuai dengan kapasitas ilmu yang dimiliki, khususnya dalam hal akidah dan fikih dasar
Kedua adalah komitmen terhadap NKRI dan Pancasila. Dia kembali menekankan bahwa MUI telah secara resmi menyatakan bahwa NKRI dan Pancasila adalah final dan tidak dapat diperdebatkan kembali.
“Dasarnya adalah dalil-dalil keagamaan, dan ini penting agar masyarakat merasa tenang serta tidak mudah terprovokasi,” jelasnya.
Terakhir adalah metodologi dakwah yang efektif dan santun. Dalam hal metode dakwah, Kiai Zubaidi mengingatkan prinsip amar ma’ruf bil ma’ruf dan nahi munkar bil ma’ruf.
Menurutnya, dakwah harus dilakukan dengan sopan santun, penuh hikmah, dan tetap mempertimbangkan efektivitas serta kemaslahatan.
“Apakah dakwah itu dilakukan dengan lemah lembut atau dengan ketegasan? Itu tergantung kondisi dan situasi. Tapi prinsipnya tetap pada mengutamakan terwujudnya tujuan dakwah,” tegasnya.*