Hidayatullah.com– Mulai Senin (28/11/2016) ini, Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diberlakukan.
Direktur SatuDunia, Firdaus Cahyadi menilai, Revisi UU ITE tanpa mencabut pasal karet adalah suatu hal yang absurd atau konyol.
Pasal karet yang dimaksud di antaranya mengenai pencemaran nama baik yakni pasal 27 ayat 3.
“UU ITE itu awalnya untuk payung hukum transaksi elektronik. Pasal karet harusnya enggak masuk di UU ITE karena enggak ada hubungannya,” ujarnya kepada wartawan, lansir JITU Islamic News Agency (INA) di Jakarta, Senin (28/11/2016).
Revisi UU ITE Sudah Disahkan, Warga Bekasi Hidayat Sebaiknya tak Langsung Ditahan
Menurut Firdaus, terkait pencemaran nama baik seharusnya cukup diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ia menambahkan, pemberlakuan UU ITE yang revisinya telah disahkan oleh DPR tersebut adalah kabar buruk bagi pengguna internet.
Para pengguna internet yang memiliki posisi lemah secara ekonomi dan politik, menurutnya, akan mudah dikriminalisasi, hanya karena mengkritik mereka yang punya posisi ekonomi dan politik lebih kuat.
UU ITE Dinilai Rawan Jadi Alat Kriminalisasi Kebebasan Berpendapat
“Praktik dari pasal karet pencemaran nama baik UU ITE selama ini justru banyak digunakan untuk membungkam kritik,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Revisi UU ITE diberlakukan setelah 30 hari rapat paripurna DPR yang mengesahkan Revisi UU tersebut pada 27 Oktober 2016 lalu.
Unggah Foto âRush Moneyâ, Seorang Guru Ditangkap Polisi Seusai Mengajar
Salah satu poin terpenting dalam revisi itu adalah tentang kewenangan pemerintah yang memiliki kuasa untuk memblokir atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik, untuk memutus akses terhadap informasi elektronik yang melanggar hukum, termasuk akun media sosial yang menyebarkan konten negatif.*