Hidayatullah.com– Wakil Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi, mengatakan, melihat situasi di DPR agak sulit rasanya secara meyakinkan bahwa Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas akan ditolak.
“Karena komposisi DPR saat ini mayoritas faksi pendukung pemerintah,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Kantor YLBHI, Jakarta, baru-baru ini.
Namun, terangnya, jika DPR memahami substansi Perppu Ormas yang membahayakan kebebasan berorganisasi nantinya, sebenarnya bisa dicari kompromi.
Yakni dimana DPR menolak Perppu tersebut lalu pemerintah mengajukan Revisi Undang-Undang Ormas yang tidak menimbulkan polemik.
“Pengalaman ini ada di DPR kita. Yaitu ketika pemerintah mengajukan Perppu Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,” ungkapnya.
Baca: Koalisi Masyarakat Sipil: Perppu Ormas Bertentangan dengan Negara Hukum
Wahyudi menjelaskan, pada waktu itu Perppu tersebut ditolak oleh DPR. Namun karena ada kebutuhan untuk menjalankan pengadilan HAM, pemerintah mengajukan Undang-Undang inisiatif baru yang kemudian disahkan DPR sebagai UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Sehingga, lanjutnya, kalau dikatakan persoalan mengapa dikeluarkan Perppu Ormas adalah karena jangka waktu pembubaran ormas yang terlalu lama, bisa saja diajukan revisi undang-undang pembubaran ormas dengan proses bertingkat tetapi limitasi waktunya diperpendek.
Dikatakan Wahyudi, kalau hitung-hitungan menurut UU No 17 Tahun 2013 kurang lebih memakan waktu setahun untuk membubarkan suatu ormas, bisa saja dipersingkat, misalnya menjadi 6 bulan jika waktunya mendesak.
“Seharusnya bisa dilakukan kompromi itu,” tandasnya.
Bagaimanapun, tegasnya, Perppu Ormas yang diajukan pemerintah akan sangat mengancam aspek kebebasan sebagai negara demokrasi, terlebih dinilai juga tidak sesuai dengan prinsip negara hukum.*