Hidayatullah.com– Badan Wakaf Indonesia (BWI) menilai, pada dasarnya ruilslag atau tukar guling tanah wakaf tidak diperbolehkan dalam hukum positif di Indonesia. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dengan jelas menyebutkan bahwa harta benda wakaf dilarang ditukar.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Badan Pelaksana BWI Profesor Syibli Syarjaya di Kantor Badan Wakaf Indonesia (BWI), Jakarta, Rabu (22/11/2017), menanggapi beredarnya pemberitaan mengenai penukaran tanah wakaf yang terdampak proyek pembangunan jalan tol.
Namun, jelas Syibli, larangan itu tidak mutlak. Pasal 41 UU Wakaf menyatakan, ruilslag tanah wakaf diperbolehkan apabila harta benda wakaf digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR), berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah, dan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri Agama atas persetujuan BWI.
“Adanya pengecualian ini, antara lain agar program pembangunan jalan yang melewati tanah wakaf tetap bisa dilaksanakan. Juga agar tanah wakaf bisa lebih produktif setelah dilakukan ruilslag,” ujar Syibli.
Baca: BWI: Negara Harus Hadir Amankan Aset Wakaf, Peran BPN Diharapkan
Menurut Syibli, UU Wakaf melarang ruilslag harta wakaf untuk menjaga kemaslahatan harta wakaf. Maka ketika ruilslag diperbolehkan, kemaslahatan harta wakaf pun harus tetap dijaga. “Karena itulah ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam proses ruilslag.”
Syibli pun mengingatkan agar tahapan ruilslag sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf segera dilaksanakan, agar proses ruilslag tanah wakaf yang terdampak jalan tol bisa cepat selesai.
“Jangan sampai karena ingin serba cepat, lalu aturan undang-undang diabaikan. Akibatnya nanti cacat hukum dan di kemudian hari bisa digugat,” ujar Syibli menekankan dalam rilisnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 dan prosedur ruilslag yang dimuat di laman resmi Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag, disebutkan, proses ruilslag setidaknya melewati tujuh tahap sebelum keluarnya izin menteri agama. Tahapan itu ialah (1) KUA, (2) Kantor Kemenag Kabupaten/Kota, (3) Tim Penilai yang terdiri atas unsur Pemkot/Pemkab, MUI kab/kota, BPN kab/kota, dan nazhir, (4) Kantor Kemenag Provinsi, (5) Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag, (6) BWI, dan (7) Sekretariat Jenderal Kemenag.
Baca: Perwakafan Dinilai Berkembang, Dituntut Pengelolaan Lebih Baik
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Kalau dibaca prosedurnya memang panjang, tetapi ya itulah undang-undangnya yang saat ini ada. Pembangunan jalan tol itu, kan, sudah direncanakan jauh-jauh hari.
Seharusnya sudah jauh hari pula urusan ruilslag diproses dengan nazhir dan kementerian terkait. Sebetulnya yang lama itu, kan, pada proses pencarian tanah pengganti yang sesuai dengan kebutuhan wakaf. Proses lainnya saya kira bisa dipercepat karena alasan ruilslagnya jelas untuk pembangunan,” papar Syibli.
Ia berharap semua pihak bisa memahami ketentuan undang-undang mengenai proses ruilslag ini sehingga tidak saling menyalahkan, dan agar proyek pembangunan bisa berjalan dengan lancar, serta tanah wakaf menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.*